Polemik Salam Lintas Agama yang Dilarang MUI Jawa Timur

/home/ubuntu/Pictures/antarafoto/cropping/production/original/ANT20190928047.jpg
Ilustrasi toleransi umat beragama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan imbauan agar para pejabat tidak mengucapkan salam lintas agama ketika memberi sambutan.
Penulis: Sorta Tobing
11/11/2019, 13.43 WIB

Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur mengimbau para pejabat tidak menggunakan salam pembuka lintas agama ketika memberi sambutan resmi. Dalam surat imbauan bernomor 110/MUI/JTM/2019, MUI meminta umat Muslim mengucapkan salam sesuai agamanya.

Ketua MUI Jawa Timur KH Abdusshomad Buchori membenarkan hal tersebut. Menurut dia, tak baik mencampuradukkan ibadah agama satu dengan yang lain. Umat muslim ketika saling bertemu mengucapkan Assalamualaikum yang artinya semoga Allah mencurahkan keselamatan pada kalian.

Sementara, agama lain punya salam dan arti yang berbeda. “Kalau gubernur Bali ya dia pakai salam Hindu. Karena salam itu ibadah, menyangkut Tuhan dan agamanya masing-masing,” kata pria yang kerap disapa Kiai Somad itu, seperti dikutip dari detikcom, Minggu (10/11).

Salam semua agama jamak dipakai sejak zaman pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia kerap mengawali pidatonya dengan perkataan ini, “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam sejahtera bagi kita semua, Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, salam kebajikan.”

Shalom atau salam sejahtera ditujukan untuk agama Kristen Protestan dan Katolik. Lalu, Om Swastiastu untuk penganut agama Hindu, artinya semoga Sang Yang Widhi mencurahkan kebaikan dan kebahagiaan. Namo Buddhaya artinya terpujilah Budha. Dan terakhir, salam kebajikan ditujukan bagi penganut Konghucu.

(Baca: Zainut Tauhid, Wakil Menteri Agama yang Rangkap Jabatan di MUI)

MUI tingkat pusat menyetujui imbauan larangan salam enam agama tersebut. Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas mengatakan kepada CNNIndonesia.com, ketentuan itu sudah sesuai dengan Alquran dan Alhadis. Salam ibarat doa sehingga erat dengan dimensi teologis dan ibadah.

Karena itu, menurut dia, seorang muslim harus berhati-hati dalam berdoa, jangan sampai melanggar ketentuan. “Kalau ada orang Islam dan orang yang beriman kepada Allah berdoa dan meminta pertolongan kepada selain Allah SWT maka murka Tuhan pasti akan menimpa pada mereka,” ucap Anwar.

Sosiolog keagamaan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wahyudi Akmaliah menilai imbauan ini berpotensi membuat kelompok umat lain mengalamai proses marjinalisasi. Padahal, ucapan salam kepada enam agama yang sudah terjadi sekarang merupakan tradisi baik para pejabat.

“Itu bentuk penghormatan dan bagian dari toleransi antar-umat beragam yang perlu dilestarikan,” ucap Wahyudi seperti dikutip dari abc.net.au. Kalau salam dianggap doa dan umat Islam hanya boleh mengucapkan sesuai ajaran agamanya, maka pejabat yang mengucapkannya bisa diartikan hanya untuk umat tertentu saja.

Padahal, seorang abdi negara bukan hanya milik agama tertentu, tapi semua golongan. “Itu ada etikanya,” katanya.

(Baca: Kementerian Agama Ambil Alih Sertifikasi Halal dari MUI)

Respon Warganet Soal Larangan Salam Enam Agama

Menteri Agama, Fachrul Rozi menolak menanggapi imbauan tersebut. Ia mengaku belum mengetahui secara rinci masalahnya. Sementara, warganet di jagat Twitter memberikan respon beragam. Ada yang tidak setuju, ada pula yang mendukung MUI Jatim.

Mantan Menteri Agama Lukman H Saifuddin mengatakan, “Islam adalah agama yang menebarkan rahmat bagi segenap semesta. Seorang muslim boleh mendoakan kebaikan bagi sesama saudaranya, meski berbeda agama. Mengucap salam adalah bentuk doa yang merupakan ibadah umum, bukan ibadah khusus (mahdlah) yg sudah ditentukan syarat dan rukunnya.”

Politikus Ferdinand Hutahaean pun turut berkomentar. “Dalam bahasa Arab disampaikan Assalamualaikum, dalam bahasa Ibrani disebutkan Shalom aleichem. Maknanya sama, hanya beda bahasa. Yg satu bahasa Arab, yg satu bahasa Ibrani. Shalom itu bukan salam bahasa Kristen tp bahasa Ibrani. Jadi salahnya apa?” katanya dalam akun @FerdinandHaean2.

Netizen bernama Priyo Sambadha dalam akun @PSambadha berkicau, “MUI ini sebenarnya makhluk apa? Lembaga pemerintah, LSM, ormas, wakil Tuhan di bumi, atau apa?”

Sementara, Kusman Sadik dalam akun @kusmansadik berkata, “Setuju dengan pendapat MUI Jatim ini. Karena memang Islam mengajarkan toleransi tapi tidak boleh kebablasan. Mencampur-aduk ajaran agama sudah bukan toleransi tapi sinkritisme.”

(Baca: Heboh Cadar & Celana Cingkrang, Jokowi Minta Aturan Institusi Dipatuhi)