Polemik Salam Lintas Agama, Yennny Wahid: Tak Ada Salahnya Menghormati

ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo
Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid memberikan paparan saat seminar dan sosialisasi rekomendasi kebijakan mempromosikan kerukunan sosial keagamaan di Jakarta, Senin (28/11). Yenny ikut berkomentar terkait polemik MUI Jawa Timur soal salam pembuka lintas agama.
Editor: Ekarina
17/11/2019, 11.45 WIB

Direktur Eksekutif Wahid Institute Yenny Wahid ikut berkomentar terkait polemik Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang mengimbau para pejabat tidak menggunakan salam pembuka lintas agama ketika memberi sambutan resmi. Menurutnya, itu merupakan bagian dari dimensi sosial dan menghargai perbedaan. 

Yenny mengatakan, dalam kehidupan bernegara terdapat dua dimensi yakni dimensi sosial dan dimensi ketuhanan. Dalam dimensi ketuhanan, kemurnian teologi menjadi pintu utama.

Sedangkan, dalam dimensi sosial perlu diperhatikan perspektif dari berbagai pemikiran. Hal itu dilakukan untuk menjaga kerukunan di tengah masyarakat dan tidak mengedepankan kepentingan pribadi.

(Baca: Polemik Salam Lintas Agama yang Dilarang MUI Jawa Timur)

Salam beda agama yang dilakukan pejabat, menurut Yenny bukanlah sesuatu yang bermakna meninggalkan dimensi teologis, melainkan untuk memperkuat dimensi sosial.

Karenanya, dalam memperkuat dimensi sosial, tidak ada salahnya melakukan upaya-upaya menghormati kepercayaan orang lain.

"Dari kacamata itu, maka kita sebagai warga bangsa harus terus melakukan upaya, salah satunyanya untuk menghargai perbedaan yang ada tengah masyarakat," ujar Yenny Wahid saat mengikuti kegiatan jalan sehat lintas agama (interfaith walk) di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (17/11).

(Baca: Tak Mau NU Pecah, Yenny Wahid Tolak Pinangan Prabowo di Pilgub Jatim)

Lebih lanjut, Yenny menjelaskan saat ini masyarakat tengah mengalami krisis toleransi dan kepercayaan. Hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan di berbagai negara lain.

Untuk itu, sikap toleransi umat beragama harus terus ditingkatkan serta memperkecil surplus konflik yang ada di tengah masyarakat.

Sebelumnya, salam beda agama yang dicapkan pejabat sempat menjadi polemik lantaran dianggap tidak baik mencapuradukkan ibadah agama yang satu dengan yang lain oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Hal itu diatur pada surat imbauan bernomor 110/MUI/JTM/2019.

Ketua MUI Jawa Timur, KH Abdusshomad Buchori membenarkan hal itu. Umat muslim ketika saling bertemu mengucapkan Assalamualaikum yang berarti semoga Allah mencurahkan keselamatan pada kalian. Sementara, agama lain punya salam dan arti yang berbeda.

"Kalau Gubernur Bali ya dia pakai salam Hindu. Karena salam itu sebagai ibadah menyangkut Tuhan dan agamanya masing-masing," kata Kiai Somad sapaan akrabnya dikutip dari Detik.com, Minggu (10/11).

Reporter: Tri Kurnia Yunianto