Musyawarah Nasional atau Munas Partai Golkar akan diselenggarakan 4-6 Desember 2019 dengan agenda pemilihan pimpinan partai. Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda menilai Airlangga Hartarto berpeluang besar kembali menjabat sebagai Ketua Umum Golkar jika pemilihan secara musyawarah mufakat atau aklamasi.
Jika pemilihan dilakukan secara terbuka, kompetisi menduduki kursi Ketua Umum Golkar akan mengerucut kepada dua kandidat kuat. Selain Airlangga, Wakil Koordinator Bidang Pratama Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) bersiap maju dalam Munas.
"Sekarang juga kalau dibuka selalu dua. Saya enggak usah sebut nama, pasti sudah tahu juga," kata Hanta dalam diskusi publik bertema Golkar Mempersiapkan Transformasi Kader Bangsa yang diselenggarakan Jenggala Center di Jakarta, Selasa (19/11).
(Baca: Airlangga Inginkan Aklamasi di Munas Golkar, Bamsoet Menolak)
Hanta menyebut persaingan dua kandidat merupakan hal yang lazim terjadi di Golkar sejak era reformasi. Dia mencontohkan, pemilihan Ketua Umum Golkar di Munas 1998 mengerucut kepada dua kandidat, yakni Akbar Tandjung dan Edi Sudrajat.
Pada Munas 2004, kompetisi meraih posisi Ketua Umum Golkar mengerucut kepada Jusuf Kalla dan Akbar Tandjung. Pada Munas 2009 lagi-lagi pemilihan Ketua Umum Golkar mengerucut kepada dua kandidat, yakni Aburizal Bakrie dan Surya Paloh. Pada Munas 2016, pemilihan Ketua Umum Golkar juga mengerucut kepada dua kandidat, yakni Setya Novanto dan Ade Komaruddin.
Ketua Steering Committee Munas Golkar Ibnu Munzir mengatakan aklamasi merupakan ujung dari sebuah proses Musyawarah Nasional bila ada calon yang memperoleh lebih dari 50% suara. "Ujung Munas bisa dua, aklamasi atau voting," kata Ibnu Munzir.
(Baca: Di Rapimnas Golkar, Airlangga Sindir Kesepakatan dengan Bamsoet )
Dia menjelaskan jika mengacu kepada Rapimnas, maka dalam pemilihan ketua umum Golkar nanti sebelum masuk dalam proses akan dibuka musyawarah mufakat terlebih dulu. Jika masih diperlukan, maka akan dilakukan pemilihan bakal calon ketua umum menjadi calon ketua umum.
Di dalam Anggaran Rumah Tangga Golkar disebutkan bakal calon ketua umum harus didukung 30% suara sebelum bisa maju sebagai calon ketua umum. "Tapi misalkan dukungan yang diperoleh lebih 50% maka itu aklamasi. Jadi aklamasi ujung sebuah proses," kata Ibnu Munzir.
Sementara itu Airlangga menginginkan agar Munas yang bakal digelar pada berjalan secara aklamasi. “Besar harapan saya bahwa dalam munas azas yang dikedepankan adalah demokratis dengan mengutamakan musyawarah dan mufakat,” kata Airlangga dalam Rapimnas Golkar di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Kamis (14/11).
(Baca: Jokowi-Airlangga Saling Puji Jelang Munas Golkar )
Airlangga menyatakan, pemilihan secara aklamasi untuk menentukan pimpinan partai beringin bukanlah hal tabu. Golkar pernah dua kali menerapkan pemilihan secara aklamasi yakni saat Munas di Bali pada 2014 dan Munas Luar Biasa pada 2017.
Munas Bali pada 2014 menyepakati Abu Rizal Bakrie kembali menjadi Ketua Umum. Sedangkan Munas Luar Biasa pada 2017 memilih Airlangga terpilih sebagai Ketua Umum Golkar menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi e-KTP.
Adapun, Bamsoet tak sepakat dengan pernyataan Airlangga. Menurut Bamsoet, pemilihan Ketua Umum Golkar secara aklamasi dapat menimbulkan perpecahan di internal partai.