Ayu Kartika Dewi, Penyebar Toleransi yang Jadi Staf Khusus Jokowi

Instagram/@ayukartikadewi
Pendiri Sabang Merauke, Ayu Kartika Dewi (kanan), terpilih menjadi staf khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama enam orang milenial lainnya, Kamis (21/11).
Penulis: Sorta Tobing
22/11/2019, 14.05 WIB

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menunjuk tujuh orang staf khusus dari kalangan milenial kemarin, Kamis (21/11). Perkenalan ketujuh orang itu ia lakukan di veranda Istana Merdeka, Jakarta dengan duduk memakai bean bag.

Tujuan pemilihan staf dari anak muda itu karena Presiden ingin ada gagasan, ide, dan terobosan baru dalam mengelola negara ini. Tapi ia mengaku tidak memberikan target khusus kepada mereka.

Bahkan ia tidak mewajibkan ketujuh orang stafnya untuk masuk ke kantor setiap hari. “Minimal satu sampai dua minggu ketemu, tidak harus harian ketemu. Tapi masukan setiap jam, setiap menit, bisa saja,” kata Jokowi.

Dari tujuh orang itu terdapat sosok yang mendirikan Gerakan SabangMerauke, yaitu Ayu Kartika Dewi. Gerakan ini merupakan program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia dengan tujuan menanamkan nilai-nilai toleransi, pendidikan, dan ke-Indonesia-an.

Perempuan berusia 36 tahun itu, yang menurut Jokowi masih kelihatan seperti 25 tahun, meraih gelar master of business administration (MBA) dari Duke University, Amerika Serikat. Sebelumnya, ia menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga.

(Baca: Aminuddin Maruf, Santri Mantan Ketua PB PMII yang Jadi Staf Jokowi)

Ia pernah bekerja sebagai manajer di Procter & Gamble, Singapura. Ayu juga sempat menjadi staf di kantor Gubernur DKI Jakarta dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan.

Gerakan SabangMerauke terinspirasi dari pengalaman Ayu menjadi guru sekolah dasar di Desa Papaloang, Halmahera, Maluku Utara. Ketika itu ia menjadi pendidik untuk program Indonesia Mengajar pada 2010.

Melihat anak-anak yang hidup dengan sisa kejadian intoleransi, membuat Ayu tergerak bekerja pada isu keberagaman. Beberapa anak didiknya masih ada yang memiliki prasangka buruk dan ketakutan imbas konflik Ambon 1999.

“Saya mendukung SabangMerauke karena saya percaya bahwa toleransi itu tidak bisa hanya dibaca di buku PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Toleransi itu harus dialami, harus dirasakan,” kata Ayu seperti dikutip dari situs SabangMerauke.id.

(Baca: Putri Tanjung Bergabung, Dua Anak Konglomerat Masuk Lingkaran Jokowi)

SabangMerauke mengajak para pelajar tingkat sekolah menengah pertama untuk menyatu bersama keluarga dan teman yang berbeda latar belakang. Setelah kembali lagi ke rumah masing-masing, mereka menjadi duta perdamaian di daerah asalnya.

Ayu juga mendirikan Milenial Islami. Di sini ia mengkampanyekan citra Islam yang moderat. Isu yang diangkat tak terlepas dari nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tidak membuang sampah sembarangan, tidak menyiksa binatang, dan tidak menyebarkan kabar bohong atau hoaks.