Indonesia tak pernah kehabisan talenta muda berprestasi. Salah satunya adalah Satria Arief Prabowo, yang meraih rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai doktor termuda di bidang ilmu kedokteran pada usia 25 tahun.
Satria melakukan riset mengenai vaksinasi terapeutik penyakit tuberkulosis (TB). Berkat risetnya itu, ia diundang untuk mengikuti Kongres Internasional Cell - Weizmann Institute of Science: Next Generation Immunology yang digelar di Weizmann Institute of Science di Rehovot, Israel, pada 11-14 Februari 2019. Riset yang dibawa Satria ke Israel ini sebelumnya telah diseleksi dan lulus komite ilmiah kongres pada November 2017.
Dalam kongres yang dihadiri 90 negara ini, Satria mempresentasikan makalahnya yang berjudul Investigation of Therapeutic Vaccination Strategies for Tuberculosis. Ia juga diundang menjadi pembicara di Kongres European Society for Paediatric Infectious Diseases (ESPID) di Madrid, Spanyol. Ia juga diundang ke World Global Forum for Tuberculosis Vaccines di New Delhi, India serta World Conference of the International Union Against Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD) di Liverpool, Inggris.
"Saya telah berkeliling lebih dari 50 negara-negara di dunia. Saya pun berkesempatan untuk berinteraksi dengan banyak peneliti di berbagai institusi di dunia, baik dalam rangka presentasi hasil riset di kongres internasional, menghadiri pertemuan untuk kolaborasi riset, mengunjungi beberapa institut serta menjalin relasi dengan sejawat peneliti di Eropa dan dunia," kata Satria, seperti dikutip Tempo (7/12).
(Baca: Risa Santoso, Rektor Termuda yang Pernah Jadi Staf Presiden)
Menjadi Dokter di Usia 21 Tahun
Pria kelahiran Surabaya, 13 Oktober 1992 ini merupakan putra dari pasangan Siswanto dan Siti Nur Elly Yani. Minat Satria terhadap pendidikan sudah terlihat sejak kecil. Ketika ia masih duduk di Taman Kanak-kanak (TK), ia kerap datang ke sekolah pada pukul 06.00. Padahal, kelas baru dimulai pada pukul 08.00.
Satria masuk jalur pendidikan akselerasi di SMP Negeri 1 Surabaya dan SMA Negeri 5 Surabaya. Sebagai syarat mendaftar jalur akselerasi, setiap anak harus mengikuti tes IQ. Dalam tes ini Satria bertemu dengan seorang psikolog bernama Evy Tjahjono. Hasil tesnya luar biasa, Satria dinyatakan memiliki IQ 150 dan dikategorikan sebagai anak berbakat.
Berkat jalur akselerasi ini, ia berhasil diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) tahun 2008 melalui jalur prestasi (sekarang SNMPTN). Kala itu usianya baru 15 tahun, beda dengan teman-teman sekelasnya yang rata-rata berusia 18 tahun.
Seperti dilansir Jawapos, ketertarikan Satria pada bidang vaksin, terutama riset di bidang penyakit tropis dan infeksi sudah tumbuh sejak di bangku kuliah. Satria aktif di forum ilmiah dan studi mahasiswa dan pernah terdaftar sebagai student ambassador untuk International Student Congress on Medical Sciences di Belanda.
Setelah lima tahun belajar sebagai mahasiswa kedokteran, ia memperoleh gelar sarjana kedokteran pada 2012. Saat itu, ia berusia 21 tahun. Satria lulus dengan predikat mahasiswa berprestasi dan lulusan terbaik di Fakultas Kedokteran Unair dengan IPK 3,79.
(Baca: Masuk 10 Besar Miss Universe 2019, Ini Profil Frederika Cull)
Raih Beasiswa Doktoral sebelum Lulus Program Master
Atas prestasi itu, ia berkesempatan memperoleh beasiswa pada program Clinical and Research Internship di University of Groningen, Belanda selama 6 bulan. Ia pun tidak perlu mengambil program co-ass (dokter muda), seperti teman-temannya.
Ketika dia mengikuti pelatihan di Belanda, ia berhasil mempublikasikan dua tulisan di jurnal internasional. Berkat karyanya, Prof Tjip S. Van Der Erf, MD, PhD, seorang internist-infectiologist, memberi rekomendasi beasiswa S3 di LSHTM pada Satria, meskipun saat itu ia belum memiliki gelar master. “Saya memulai studi PhD ketika saya masih berusia 22 tahun dan saya berhasil menyelesaikan studi doktoral pada usia 25 tahun,” katanya kepada Tempo.
Atas prestasinya, Museum Rekor Indonesia (Muri) menganugerahkan rekor untuk peraih gelar doktor termuda di bidang ilmu kedokteran di Indonesia ini. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Pendiri dan CEO Muri, Jaya Suprana, di Roma, Italia pada 15 Oktober 2019.
(Baca: Billy Mambrasar, Putra Papua Pendiri Kitong Bisa Jadi Stafsus Jokowi)
Penulis: Amelia Yesidora (Magang)