Profil 9 Wantimpres Jokowi, Mantan Pejabat hingga Ulama

ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), dari kiri, Agung Laksono, Sidharto Danusubroto, Arifin Panigoro, Soekarwo, Putri Kuswisnu Wardani, M Mardiono dan Dato Sri Tahir di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Penulis: Hari Widowati
13/12/2019, 20.10 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik sembilan orang anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (13/12). Tokoh-tokoh yang dipilih sudah dikenal masyarakat luas, dari mantan menteri hingga konglomerat dan ulama.

Berikut ini rangkuman profil dari masing-masing anggota Wantimpres.

1. Wiranto

Pria kelahiran Yogyakarta, 4 April 1947 ini ditunjuk menjadi ketua sekaligus anggota dari Wantimpres. Wiranto pernah menjabat sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) di era Presiden Soeharto pada 1998-1999. Ia juga tercatat sebagai menteri pertahanan dan keamanan di era Presiden Soeharto pada periode 14 Maret 1998-20 Oktober 1999.

Di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Wiranto menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia periode 26 Oktober 1999-15 Februari 2000. Pada 2006, ia membentuk Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan menjabat sebagai ketua umum selama tiga periode, yakni dari 2006 hingga 2020.

Hanura merupakan salah satu partai pengusung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014. Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, Wiranto menjabat sebagai Menkopolhukam sejak 27 Juli 2016 hingga 20 Oktober 2019.

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006, anggota Wantimpres tidak boleh berasal dari pimpinan partai politik. Oleh karena itu, Partai Hanura menyatakan bahwa Wiranto bukan lagi representasi dari Hanura dan meminta Wiranto mundur dari partai tersebut.

(Baca: Faktor Pengalaman Jadi Alasan Jokowi Tunjuk Wiranto Sebagai Watimpres)

2. Sidharto Danusubroto

Sidharto Danusubroto bukan orang baru di jajaran Wantimpres. Ia sudah menjabat sebagai Wantimpres di periode pemerintahan Jokowi yang pertama. Pria kelahiran Pandeglang, 11 Juni 1936 ini juga duduk sebagai anggota DPR RI sebagai anggota sejak 1999 hingga 2014. Kemudian, ia menjabat sebagai ketua MPR RI, menggantikan Taufiq Kiemas yang wafat pada 8 Juni 2013. Jabatan ini ia emban hingga 1 Oktober 2014.

3. Arifin Panigoro

Anggota Wantimpres satu ini adalah putra Gorontalo yang lahir di Bandung, 14 Maret 1945. Ia dijuluki "Raja Minyak Indonesia" karena kepemilikannya di PT Medco Energi Tbk, perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi swasta terbesar se-Indonesia. Ia tercatat dalam orang terkaya di Indonesia ke-48 pada 2016. Namun, pada 2017 namanya menghilang dari daftar tersebut.

Arifin dulunya adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan menjadi anggota DPR pada 1999. Ia tercatat sebagai ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan ketua Fraksi PDIP pada 2002-2003. Arifin kemudian mundur dari PDIP dan mendirikan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) pada 2005. Partai ini tidak bertahan lama, karena akhirnya dilebur dengan PAN pada 2013.

(Baca: Jokowi Lantik Wiranto, Arifin Panigoro hingga Tahir Jadi Wantimpres)

4. Agung Laksono

Agung adalah politisi senior Partai Golongan Karya (Golkar) yang lahir di Semarang, 23 Maret 1949. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar pada 2014, menggantikan Aburizal Bakrie.

Ia adalah direktur utama PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) dari 1993-1998. Sebelum menjadi Wantimpres, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya memberi kepercayaan kepada Agung untuk menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat pada 2009-2014.

5. Putri Kuswisnuwardhani

Putri adalah satu-satunya perempuan sekaligus anggota termuda dalam jajaran Wantimpres. Ia lahir di Jakarta, 20 September 1959 dan merupakan anak dari pendiri PT Mustika Ratu Tbk, Moeryati Soedibyo. Sejak 2011, ia meneruskan kepemimpinan ibunya sebagai komisaris utama perusahaan kosmetik kondang ini.

Namun, jenjang kariernya tidak didapat secara instan. Ia merintis kariernya dari kepala Departemen Promosi dan Periklanan Mustika Ratu pada 1986 hingga sekarang menjadi komisaris utama. Ia juga menjabat sebagai ketua Dewan Pembina Yayasan Puteri Indonesia (YPI).

(Baca: Ditunjuk Jokowi Jadi Ketua Watimpres, Wiranto Pilih Irit Bicara)

6. Dato Sri Tahir

Bos Mayapada Group ini lahir dengan nama Ang Tjoen Ming di Surabaya, 26 Maret 1952. Nama Dato Sri Tahir diperolehnya pada Mei 2010 dari Sultan Pahang, Malaysia. Gelar tersebut diraihnya karena perannya membantu menyelesaikan konflik antara perusahaan dan masyarakat setempat.

Namanya tercatat sebagai orang terkaya ke-12 di Indonesia dan pernah menyumbangkan US$ 75 juta untuk The Global Fund, yayasan yang berupaya melawan penyebaran penyakit TB (tuberkulosis), HIV, dan malaria di Indonesia. Ia juga membangun RS Mayapada di Tangerang dan Lebak Bulus yang memudahkan akses pelayanan kesehatan bagi anak-anak dan warga kurang mampu.

7. Muhammad Mardiono

Mardiono adalah pria asal Banten yang dikenal sebagai seorang pengusaha dan politisi dari Partai Pembangunan dan Persatuan (PPP). Ia pernah menjabat sebagai DPW PPP Provinsi Banten. Pada 2017, PPP mendorongnya untuk mencalonkan diri menjadi gubernur Banten, namun ia menolak. Mardiono memiliki bisnis yang bergerak di bidang jasa logistik bernama PT Buana Centra Swakarsa (BCS).

(Baca: Lebih Pilih Hanura, Oesman Sapta Tolak Tawaran Jokowi Masuk Wantimpres)

8. Maulana Al-Habib Luthfi bin Ali bin Yahya

Ulama yang dikenal dengan nama Habib Luthfi ini lahir di Pekalongan, 10 November 1947. Habib menempuh ilmu agamanya dari para ulama besar di Mekah dan Madinah (Saudi Arabia), dan negara lainnya. Habib Luthfi pernah menjabat sebagai ketua MUI Jawa Tengah pada 2005-2010 dan ketua Forum Sufi Internasional tahun 2016.

9. Soekarwo

Anggota Wantimpres ini dikenal dengan panggilan akrab Pakdhe Karwo. Ia lahir di Madiun, 16 Juni 1950. Karwo pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur selama dua periode, yakni 2009 hingga 2019. Sebelumnya, ia menjadi Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur dari tahun 2003 hingga 2008. Ia sendiri adalah kader Partai Demokrat yang merupakan partai oposisi pemerintah.

Penulis: Amelia Yesidora (Magang)