Profil Harjono, Eks Hakim MK yang Kini Jadi Dewan Pengawas KPK

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Anggota Dewan Pengawas KPK Harjono bersiap mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Penulis: Hari Widowati
20/12/2019, 18.32 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik lima anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) periode 2019-2023, di Istana Negara, Jumat (20/12). Jokowi menyebut kelima anggota Dewas KPK merupakan kombinasi terbaik untuk mengawasi kinerja lembaga antirasuah tersebut.

Salah satu di antara mereka adalah mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Harjono. Ia juga dikenal sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) selama dua periode. Berdasarkan informasi di laman dkpp.go.id, Harjono lahir di Nganjuk, Jawa Timur pada 31 Maret 1958.

Ia lahir di tengah keluarga yang sederhana bahkan cenderung kekurangan. Ketika SMA, ia dititipkan oleh kedua orang tuannya kepada sang paman yang bertugas di Pusat Pendidikan Peralatan TNI Angkatan Darat di Cimahi, Jawa Barat. Selepas jam sekolah, ia berjualan sayur untuk menambah uang sakunya.

Tidak lama kemudian, Harjono harus pindah ke Surabaya dan melanjutkan tahun akhir pendidikannya di SMAN 5 Surabaya. Ia dan keluarganya tinggal di rumah berdinding anyaman bambu dan beralaskan tanah.

(Baca: Jokowi Tunjuk Tumpak Panggabean Jadi Ketua Dewan Pengawas KPK)

Bekerja Sambilan Menghitung Bahan Bangunan

Setelah lulus SMA, Harjono diterima di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Semasa kuliah, ia juga bekerja sambilan sebagai penghitung bahan bangunan. Ia rajin membaca bahan-bahan perkuliahan meskipun hanya diktat stensilan yang mampu ia miliki.

Kerja keras Harjono kuliah sambil bekerja berbuah manis. Ia menjadi mahasiswa teladan di almamaternya sehingga diminta menjadi asisten dosen sekaligus calon pegawai negeri sipil walaupun belum lulus. Setelah meraih gelar sarjana hukum, Harjono mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya di Southern Methodist University, Dallas, Texas, Amerika Serikat.

Di negeri Paman Sam itu ia mengambil program Master of Comparative Law. Ia berkawan dengan Bagir Manan, sesama peraih beasiswa asal Indonesia, yang di kemudian hari dikenal sebagai Jaksa Agung. Setelah lulus S2, ia kembali ke Indonesia untuk menjadi dosen di Unair. Ia juga mengambil program doktoral di almamaternya itu.

(Baca: Artidjo Alkostar, Mantan Hakim Agung di Bursa Dewan Pengawas KPK)

Merumuskan Dasar Paham Konstitusionalisme

Harjono pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai utusan daerah dari Jawa Timur periode 1999. Ia pernah ditawari menjadi anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Namun, ia menolak karena lebih mementingkan pekerjaannya sebagai dosen di Unair.

Di MPR, Harjono menjadi salah satu sosok penting di balik perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Seperti dikutip dari laman mkri.go.id, selama empat tahap perubahan UUD 1945 pada 1999-2002, Harjono memberikan kontribusi berharga bagi terciptanya rumusan-rumusan baru di dalam konstitusi yang pada akhirnya membawa perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Yang paling fundamental adalah rumusan di Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang semula berbunyi, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” berubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”

Rumusan ini merupakan peletak dasar paham konstitusionalisme di Indonesia, yang salah satu cirinya membatasi kewenangan lembaga negara. Pasalnya, segala kewenangan telah terdistribusi dalam fungsi-fungsi lembaga negara. Perubahan tersebut sekaligus menghapus superioritas MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dari sinilah tercipta sistem checks and balances antarlembaga negara.

(Baca: Albertina Ho, Hakim Kasus Gayus yang Jadi Calon Dewan Pengawas KPK)

Harjono menjadi hakim konstitusi periode 2003-2008 dan  periode 2009-2013 melalui jalur DPR menggantikan Jimly Asshiddiqie. Pada 2016, ia muncul kembali di hadapan Mahkamah Konstitusi sebagai ahli yang mendukung Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam sidang uji materi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah mengenai pasal cuti bagi petahana di masa kampanye pilkada yang diajukan oleh Basuki.

Reporter: Destya Galuh Ramadhani (Magang)