Buruh Khawatir Kebijakan Upah Per Jam Hilangkan Hak Cuti

Ilustrasi demonstrasi buruh. Buruh khawatir hak cutinya akan bila kebijakan upah per jam jadi diterapkan pemerintah.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ameidyo Daud
31/12/2019, 12.03 WIB

Buruh khawatir hak cutinya akan hilang bila kebijakan upah per jam jadi diterapkan pemerintah. Alasannya, pekerja bisa saja terpaksa bekerja meski seharusnya punya hak libur lantaran gaji didasarkan atas jumlah jam kerja.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana mengubah skema gaji bulanan menjadi pengupahan per jam guna mendukung fleksibilitas dalam bekerja.

"Tidak ada lagi cuti, misal cuti tahunan, cuti melahirkan, cuti karena sakit, dan lainnya. Karena pada saat itu dia dianggap tidak sedang bekerja," kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S Cahyono kepada Katadata.co.id, Senin (30/12).

(Baca: Jokowi Bakal Ubah Gaji Bulanan Menjadi Upah Per Jam)

Menurutnya, kebijakan tersebut juga berpotensi menghilangkan ketentuan upah minimum. Sebab, akan ada pekerja yang pendapatannya di bawah upah minimum lantaran jam kerjanya kurang dari 40 jam per minggu.

Penerapan upah rencananya akan berlaku bagi pekerja dengan jam kerja di bawah 35 jam per minggu. Sedangkan, pekerja yang memiliki waktu bekerja selama 40 jam seminggu akan mendapatkan upah seperti biasa.

Namun, hal ini dinilai dapat mendorong pengusaha untuk menurunkan jam kerja. Dengan demikian, pekerja tidak lagi bekerja selama 40 jam. "Ini hanya akal-akalan," kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Said menilai, perbedaan sistem penggajian tersebut merupakan bentuk diskriminasi terhadap upah minimum. Ia juga mengatakan, kebijakan upah per jam merupakan upaya untuk menghilangkan upah minimum.

Menurutnya, upah minimum wajib berlaku bagi semua warga negara yang bekerja. Selain itu sistem yang berlaku ini berfungsi sebagai jaring pengaman. "Tidak ada dua istilah, misalnya upah minimum bulanan dan upah minimum per jam," kata dia.

(Baca: Poin-poin Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang Akan Diajukan ke DPR)

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengatakan, hal tersebut untuk mendukung fleksibilitas dalam bekerja. Ia mengatakan sistem pengupahan per jam tersebut akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Ada perhitungan khusus untuk menerapkan skema kerja tersebut.

Pekerja yang mendapat upah per jam pun dapat bekerja di lebih dari satu perusahaan. Ida memastikan, para pengusaha dan serikat pekerja telah menerima usulan tersebut. "Mereka memahami pentingnya fleksibilitas jam kerja," ujar dia.

Reporter: Rizky Alika