Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman segera menerbitkan Surat Edaran (SE) kepada panitia pemilihan kepala daerah di 270 tempat untuk mengantisipasi tindakan pidana penyuapan jelang Pilkada 2020. Hal ini merupakan respon dari tertangkapnya komisioner KPU Wahyu Setiawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Arief berharap kasus tersebut bisa menjadi pelajaran bagi pejabat pemerintah. "Peristiwa itu jadi pelajaran berharga bagi kami," kata Arief usai menghadiri konferensi pers di KPK, Jakarta, Kamis (9/1) malam.
Selain itu, Arief bakal mengirimkan pesan secara tertulis maupun lisan terkait hal tersebut kepada seluruh anggota KPU. Arief mengimbau KPU provinsi, kabupaten dan kota untuk lebih meningkatkan kewaspadaan, mawas diri dan lebih menjaga integritasnya agar tercipta demokrasi yang sehat.
Arief juga mengingatkan anggota KPU untuk tegas dalam mengambil keputusan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Jadi, kami tak akan terpengaruh oleh apapun dalam proses pengambilan keputusan," kata dia.
(Baca: KPK Dalami Peran Terduga Staff Sekjen PDIP dalam OTT Suap KPU)
Lebih lanjut, Arief mengatakan pihaknya akan melapor kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait tertangkapnya Wahyu Setiawan dalam kasus suap penetapan anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024. Selain presiden, ia juga berencana melaporkan hal itu pada anggota DPR.
Menurut dia, penetapan komisioner sebagai tersangka kasus suap merupakan tindak pidana dan pelanggaran kode etik. Oleh karena itu, seluruh pihak yang berwenang harus mendapatkan informasi.
"Pengangkatan dan pemberhentian itu kan dibuat oleh presiden, perekrutan itu di DPR dan kami akan sampaikan juga pada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) karena menyangkut persoalan etik," kata Arief.
Dirinya sangat menyesalkan kasus suap yang menimpa KPU. Arief pun meminta maaf kepada seluruh masyarakat atas kejadian tersebut.
(Baca: Suap Pergantian Anggota DPR, Pimpinan KPU & Caleg PDIP Jadi Tersangka)
Dalam kasus suap KPU, lembaga antirasuah juga menetapkan politisi PDIP Harun Masiku (HAR) sebagai tersangka. Wahyu dan Harun terjerat operasi tangkap tangan yang dilaksanakan KPK pada Rabu (8/1).
Wahyu diduga meminta dana operasional Rp 900 juta untuk membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu (PAW), menggantikan anggota legislatif terpilih yang meninggal dunia, Nazarudin Kemas.
Selain dua orang itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF) dan Saeful (SAE) yang membantu Harun.
"Setelah melakukan pemeriksaan, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau terkait penetapan anggota DPR RI terpilih Tahun 2019-2024," ucap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
Lili menjelaskan Wahyu menerima suap dalam dua kali proses pemberian. Pertama, Wahyu mendapat Rp 400 juta melalui Agustiani, Doni selaku advokat, dan Saeful pada pertengahan Desember 2019. "Kemudian WSE menerima uang dari dari ATF sebesar Rp 200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan," katanya.
(Baca: Wahyu Setiawan, Memulai Karier di KPU Banjarnegara Lalu Ditangkap KPK)