Pada pertengahan Desember lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK membeberkan modus baru pencucian uang oleh kepala daerah. Mereka diduga menyimpan uang ke dalam rekening rumah judi atau kasino di luar negeri.
Penempatan dana dalam bentuk valuta asing itu diperkirakan mencapai Rp 50 miliar. Namun, siapa saja kepala daerah yang melakukan hal itu belum terang benar.
Kepala PPATK Kiagus Badaruddin mengatakan pihaknya tidak bisa menyebutkan nama. Pasalnya, mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak pidana Pencucian Uang, PPATK tidak berwenang membuka hasil penelusuran.
Pengungkapan modus baru ini sebatas memberi efek jera atau deterrent effect, agar pelaku tak meneruskan tindakannya. PPATK juga tidak menyerahkan temuan tersebut ke penegak hukum.
Kiagus menyebut ada dua kepala daerah yang kedapatan memiliki rekening kasino. “Kami harapkan para pelaku ini ya enggak usah main-main lagi-lah. Yang kami umumkan dua saja, mungkin ada yang lain,” kata Kiagus dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, seperti dikutip Kompas.com.
(Baca: Bukan Aparat Hukum, Alasan Tito Tak Usut Rekening Kasino Kepala Daerah)
Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya mengumumkan telah mengantongi satu nama kepala daerah yang menyimpan uang di kasino. Namun, karena proses hukumnya masih berjalan, komisi antirasuah tak bersedia mengungkap nama pelakunya.
Satu tersangka yang tengah didalami KPK diketahui sebagai anak buah kepala daerah tersebut. “Sepertinya, anak buahnya sudah ada yang jadi tersangka. Pengembangannya nanti ke sana (kepala daerah),” ucap Ketua KPK saat itu, Agus Rahardjo, seperti dikutip dari Republika pada 17 Desember 2019.
Ada dua modus pencucian uang di kasino. Pertama, menyimpan uang dalam satu rekening. Kedua, dengan menukar uang dengan koin kasino. Pelaku lalu menunggu jam operasional tempat berjudi berakhir untuk menukar koin dalam bentuk uang tunai dan surat tanda terima.
Uang tunai itu kemudian kembali ke Indonesia tanpa terendus PPATK. Tanda terima atau receipt dari kasino menjadi bukti bahwa duit itu berasal dari hasil berjudi di negara lain. “Terduga pelaku membuka rekening di kasino dan menggunakan kartu member kasino sebagai media agar dapat membawa kembali dana tunai ke Indoensia,” kata Kiagus.
(Baca: Kasus Cuci Uang Kasino, Kepala Daerah Bakal Dibatasi Transaksi Tunai)
Penarikan Tunai di Pemerintahan Akan Dibatasi
Merespon pola baru tindak pidana pencucian uang tersebut, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berencana membuat nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) terkait penggunaan transaksi nontunai di lingkungan pemerintah.
Lewat MoU itu penarikan dana negara secara tunai oleh para pejabat akan dibatasi di angka tertentu. Jika dana yang ditarik lebih besar dari batas yang telah ditentukan, maka para pejabat harus melakukan transaksi secara nontunai.
Dengan demikian, uang milik negara tak mudah disalahgunakan para pejabat, baik di pusat maupun daerah. “Sehingga semua aliran dananya bisa diketahui transfer dari pusat ini,” ujar Tito di kantornya, Jakarta, Jumat (20/12).
Penempatan dana di luar negeri merupakan salah satu modus yang kerap digunakan dalam tindak pidana pencucian uang. Kementeriannya, menurut Tito, dan PPATK tak punya kewenangan mengusut temuan ini, sehingga menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum.
(Baca: PPATK Mulai Usut Aliran Dana Mencurigakan di Jiwasraya dan Asabri)
“Saya sebagai mantan Kapolri (Kepala Kepolisian RI) paham bahwa Mendagri itu bukan aparat penegak hukum. Hasil dari PPATK itu sifatnya intelijen. Intelijen itu artinya perlu klarifikasi. Yang bisa mengklarifikasi itu adalah aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, dan KPK,” kata Tito.
Presiden Joko Widodo sebelumnya sempat menyatakan keheranannya dengan modus pencucian uang oleh kepala daerah lewat kasino. Tindakan kepala daerah tersebut sangat tidak terpuji. “Saya enggak bisa membayangkan menyimpan uang kok di kasino,” kata Jokowi.
Namun mantan Wali Kota Solo itu belum bisa berkomentar banyak. Pasalnya, dia belum mendapat laporan secara tertulis maupun lisan dari PPATK mengenai dugaan pencucian uang kepala daerah di kasino.
Penulis: Destya Galuh Ramadhani (Magang)