Presiden Joko Widodo menyampaikan alasan dirinya tak akan memulangkan warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS. Dia beralasan pemerintah bertanggung jawab atas keamanan 267 juta masyarakat RI di Tanah Air.
Tak hanya itu, Jokowi menyebut teroris lintas batas negara itu sebagai ISIS eks WNI. Sebelumnya pemerintah masih memanggil mereka sebagai WNI mantan anggota Negara Islam Suriah.
“Pemerintah punya tanggung jawab keamanan terhadap 260 juta penduduk Indonesia, itu yang kami utamakan,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/2). "Oleh sebab itu pemerintah tak punya rencana memulangkan mereka," kata Presiden.
(Baca: Jokowi Putuskan Tak Pulangkan WNI Eks ISIS)
Pemerintah saat ini tengah mengidentifikasi 689 terduga teroris lintas batas tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kedatangan mereka ke Tanah Air. "Sehingga cegah tangkal bisa dilakukan di sini kalau data itu dimasukkan ke imigrasi," kata Jokowi.
Namun Jokowi membuka peluang kepada anak-anak yatim piatu di sana untuk kembali meski pemerintah masih mengidentifikasi keberadaannya. “Saya kira pemerintah tegas untuk hal ini,” kata Presiden.
Hal senada disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Dia mengatakan identifikasi dilakukan guna mencegah 689 terduga teroris lintas batas tersebut masuk ke Indonesia.
Sebab, Mahfud menilai mereka bisa saja masuk ke Indonesia melalui negara-negara yang memberlakukan bebas visa. "Lewat jalur-jalur gelap itu kan bisa terjadi. Itu sudah kami antisipasi," kata Mahfud.
(Baca: Mahfud Sebut BNPT Pernah Cari Anak WNI Eks ISIS, Namun Tak Ditemukan)
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan jika ada anak-anak yang dipulangkan, mereka akan menjalani program kontra-radikalisasi terlebih dulu. Program tersebut, lanjut Mahfud, berbeda dengan program deradikalisasi yang biasa diberikan kepada orang dewasa.
Meski demikian, Mahfud menyebut teknis program tersebut masih akan dibahas lebih lanjut. "Kalau (orang dewasa) sudah terpapar atau terpidana itu deradikalisasi. Kalau anak-anak itu kontra(radikalisasi)," kata Mahfud.