PGI Minta Aturan Pendirian Rumah Ibadah Direvisi, Menag: Masih Relevan

ANTARA FOTO/Moch Asim
Ilustrasi aktivitas ibadah umat Kristiani di gereja. Kementerian Agama belum akan merevisi Surat Keputusan Bersama (SKB) dua Menteri tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah.
18/2/2020, 17.47 WIB

Seiring adanya usulan revisi terhadap Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah, Kementerian Agama menegaskan bahwa aturan tersebut masih relevan dengan kondisi saat ini.

Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan tolak ukur dalam mentapkan beleid tersebut yakni semua orang berhak untuk memilih agama dan melaksanakan ibadahnya masing-masing, tidak boleh bertentangan dengan hak asasi orang lain dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

Menag mengatakan bahwa semua unsur tersebut masih terlindungi dalam aturan tersebut."Sekarang belum ada niat untuk merevisinya lagi, tapi saya kira tidak ada salahnya suatu waktu mungkin kami perlu lihat kembali," kata dia saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Selasa (18/2).

Menurut dia, ke depan tidak menutup kemungkinan untuk mengevaluasi pasal-pasal yang terkandung pada beleid itu untuk disesuaikan dengan keadaan di masyarakat. Kendati demikian, belum diputuskan apakah akan dilakukan revisi atau tidak.

(Baca: Sri Mulyani Bebaskan Pajak Buku Agama dan Kitab Suci)

"Nanti saya kira perlu menjadi bahan kami. Penelitian dan Pengembangan (Litbang) akan melihat kembali ada yang perlu direvisi apa tidak," kata dia.

Sebagai informasi, PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 atau lebih dikenal dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri diterbitkan Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma'ruf dan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni.

Adapun usulan revisi SKB dua Menteri tentang pendirian rumah ibadah pernah diajukan oleh Pengurus Persekutuan Gereja-gereja Seluruh Indonesia (PGI) melalui Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD beberapa waktu lalu. PGI menilai penerapan aturan tersebut justru membatasi pendirian rumah ibadah.

Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom mengatakan bahwa peraturan tersebut seharusnya memfasilitasi umat beragama untuk beribadah. "Pemberlakuan SKB dua menteri pada saat sekarang ini justru membatasi pendirian rumah ibadah, padahal pemberlakuan SKB itu tidak untuk membatasi," ujarnya Kamis (13/2), dikutip dari Antara.

(Baca: 100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Kementerian Agama Dinilai Berkinerja Terburuk)

Selain itu, dia juga meminta agar peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) terhadap kebutuhan umat beragama direvisi. Menurutnya keberadaan FKUB harusnya berfokus pada dialog dan kerja sama antarumat beragama dan bukan malah memberikan rekomendasi pendirian rumah ibadah.

"FKUB itu sangat proporsional dalam peraturan lama. Dengan proporsional itu yang terjadi voting bukan musyawarah, itu yang menghilangkan spirit bangsa kita untuk musyawarah, oleh karenanya setiap FKUB itu jumlahnya harus terdapat cerminan dari seluruh komponen masyarakat," katanya.

Oleh karena itu posisi FKUB seharusnya tidak menjadi penentu dalam pemberian izin pembangunan rumah ibadah. Karena izin itu adalah otoritas negara.

"Kalau mau disebut rekomendasi haruslah rekomendasi dari Kemenag, misalnya Kanwil atau Kandepag karena lembaga itu vertikal dari negara. Kalau FKUB ini kan masyarakat sipil, sangat mudah ditunggangi dan mudah disalahgunakan," tutur Gomar.

(Baca: Menag Tegaskan Kepala Daerah Tak Boleh Larang Warga Beribadah)

Reporter: Tri Kurnia Yunianto