Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan larangan penyelenggaraan salat berjamaah bagi umat Islam di tengah pandemi corona. Larangan ini tercantum dalam Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 yang keluar pada Senin lalu (16/3).
Fatwa itu menyebut orang yang telah terpapar Covid-19 diharamkan mengikuti salat berjamaah lima waktu, salat tawarih, dan salah Ied di masjid atau tempat umumnya. Orang dengan kategori ini juga haram menghadiri pengajian umum dan tablig akbar.
Hal yang sama juga berlaku bagi kegiatan ibadah berjamaah yang melibatkan banyak orang, seperti yang biasa dilakukan setiap hari Jumat. Orang yang terpapar virus corona dapat melakukan salat zuhur di rumah sebagai penggantinya.
Tak hanya berlaku bagi yang terinfeksi virus corona, fatwa tersebut juga menyasar pada jemaat dengan kondisi sehat dan belum diketahui terpapar Covid-19 tapi berada di kawasan dengan tingkat penularan tinggi. Mereka diperbolehkan melakukan semua salat itu di rumah.
(Baca: Fatwa MUI: Pasien Positif Corona Haram Salat Berjamaah di Masjid)
Upaya MUI untuk menekan penyebaran virus corona dengan mengatur ibadah memperoleh banyak dukungan dari berbagai pihak. Salah satu yang mengungkapkan persetujuannya adalah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan pihaknya memiliki pandangan yang sama dengan MUI. “Dalam keadaan darurat dan semua orang memandangnya darurat, sejalan juga dengan protokol dari pemerintah, maka ibadah-ibadah salat dapat dilakukan di rumah masing-masing,” kata Haedar ketika melakukan wawancara dengan KompasTV.
Nahdlatul Ulama (NU) juga sejalan dengan fatwa MUI. Wakil Sekretaris Pengurus Cabang (PC) NU Jember Ustadz Abdul Wahab Ahmad sempat mengatakan, dalam agama Islam terdapat illat (alasan hukum) yang tercantum dalam Al-Quran untuk menunda kewajiban ibadah salat berjamaah untuk menekan penularan penyakit saat terjadi wabah.
Ungkapan dukungan serupa juga datang dari Kementerian Agama. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin menilai fatwa MUI sangat realistis. "Jadi pertimbangan kemaslahatan dan kesehatan umat harus diutamakan," katanya, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.
Amin mengatakan, isi fatwa MUI sejalan pula dengan instruksi yang telah disampaikan oleh Menteri Agama Fachrul Razi. Instruksi itu menyebut agar umat beragama tidak terlalu lama berkumpul dan menjaga kebersihan di rumah ibadah.
(Baca: Ekspor Masker hingga Antiseptik Dilarang, Denda Capai Rp 5 Miliar)
Namun, sikap positif ini berbeda di dunia maya. Pernyataan kontra justru disuarakan beberapa warganet. “Semuanya datang dari Allah dan hanya Dia yang dapat mencegah dan melindunginya. Takutlah ketika kita tidak bisa salat dan puasa serta bersedekah,” lanjut akun bernama Bams di Facebook. Pesan ini telah dibagikan sebanyak 600 kali.
Hal yang sama juga ditemukan pada media sosial Twitter. Akun @HendiP34N9 misalnya, pada Selasa lalu mencuit “Pengidap corona haram salat di masjid? Tahu dari mana kalau orang tersebut mengidap corona? Bagaimana dengan pengidap HIV? Tahu dari mana? Kayaknya fatwa MUI dibuat atas pesanan. Maaf, agak ngawur.”
“Kenapa harus stop salat Jumat, orang cuma seminggu sekali ini dan itu wajib!!!,” cuit akun lain bernama @Dylannas.
(Baca: Bertambah 55, Jumlah Pasien Positif Corona Melejit jadi 227 Orang)
Mengapa Social Distancing Diperlukan di Tengah Pandemi Virus Corona?
Presiden Joko Widodo mendukung opsi pembatasan sosial alias social distancing. “Sekarang ini, yang paling penting, yang perlu dilakukan adalah bagaimana kita mengurangi mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lain, menjaga jarak dan mengurangi kerumunan orang yang membawa risiko lebih besar pada penyebaran Covid-19,” ujar Jokowi.
Virus corona Covid-19 mudah sekali menular ke orang lain, terutama melalui droplets atau percikan air liur. Ketika seorang penderita bersin atau batuk kemudian mengeluarkan percikan yang mengenai mata, mulut, atau hidung orang di dekatnya, maka besar kemungkinan ia sudah menularinya.
Social distancing, menurut artikel Washington State Department of Health yang dipublikasikan di Medium, secara sederhana berarti menciptakan jarak antara diri sendiri dengan orang lain untuk mencegah penularan penyakit tertentu.
(Baca: Perbedaan Lockdown dan Pembatasan Sosial dalam Tangani Pandemi Corona)
Indonesia mengatur hal itu dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, tepatnya pada pasal 59 dan 60. Social distancing atau pembatasan sosial didefinisikan sebagai “pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi”.
Penulis: Nobertus Mario Baskoro (magang)