Pemerintah telah mendistribusikan hampir 500 ribu alat rapid test ke seluruh provinsi di Indonesia. Pendistribusian alat tersebut untuk menelusuri kasus positif virus corona.
Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto, penggunaan alat rapid test bukan untuk mendiagnosa seseorang terjangkit corona atau tidak. Alat tersebut, kata dia, hanyalah penapisan awal dalam penelusuran orang-orang yang diduga terjangkit virus tersebut.
Pasalnya, pasien yang dinyatakan negatif melalui rapid test belum tentu bebas dari Covid-19. Sebab, seseorang bisa tak terdeteksi virus corona karena antibodi di dalam tubuh belum terbentuk.
Antobodi dalam tubuh seseorang baru terbentuk setelah sepekan terinfeksi corona. “Seharusnya dilakukan pemeriksaan ulang tujuh hari kemudian dari pemeriksaan yang pertama,” kata Yurianto di Gedung BNPB, Jumat (27/3).
(Baca: Kasus Corona Melonjak karena Pasien Positif Tak Sadar Menularkan Virus)
Jika dalam pemeriksaan rapid test berikutnya seseorang dinyatakan negatif corona, maka dia bisa dipastikan tak terinfeksi virus tersebut. Meski demikian, Yurianto meminta masyarakat tetap waspada meski hasil tes negatif pada pemeriksaan kedua.
Sebab, virus corona tetap bisa menginfeksi orang tersebut jika melakukan kontak dekat dengan pasien yang dinyatakan positif. “Kita harus waspadai betul bahwa rapid test tidak beri jaminan bahwa kita tidak akan pernah sakit,” kata Yurianto.
Pemerintah memang telah melaksanakan pemeriksaan melalui rapid test sejak Jumat (20/3). Presiden Joko Widodo mengatakan rapid test akan diprioritaskan untuk wilayah rawan terinfeksi corona.
"Kami prioritaskan menurut hasil pemetaan menunjukkan indikasi yang paling rawan di Jakarta Selatan," kata Jokowi melalui video conference dari Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (20/3).
Adapun, jumlah kasus positif corona pada hari ini bertambah 153 orang. Dengan demikian, total kasus positif corona di Indonesia sebanyak 1.046 orang dengan jumlah pasien sembuh 46 orang dan 87 orang meninggal dunia.
(Baca: Pandemi Corona Menjalar ke Negara Miskin, Risiko Lebih Besar Mengintai)