Pengusaha Cari Celah Negosiasi Kontrak dari Penetapan Bencana Nasional

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp.
Pekerja menyelesaikan pembangunan proyek Light Rail Transit (LRT) di Kuningan, Jakarta, Senin (13/4/2020).
Editor: Yuliawati
15/4/2020, 20.39 WIB

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melakukan kajian hukum atas penetapan pandemi virus corona atau Covid-19 sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020. Apindo menilai penetapan bencana membuka pintu untuk melakukan negosisasi ulang kesepakatan bisnis yang terhambat akibat adanya pandemi virus corona.

Ketua Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono mengatakan saat ini pihaknya belum menentukan sikap secara resmi menanggapi aturan tersebut. "Kami masih melakukan kajian hukum yang lebih mendalam," kata Sutrisno kepada Katadata.co.id, Rabu (15/4).

(Baca: Ekonomi di Tengah Pandemi, Apakah Akan Terjadi Lagi Depresi Besar?)

Sutrisno menilai Kepres tersebut bersifat pemberitahuan tentang terjadinya kahar atau force majeur sehingga memungkinkan dilakukannya negosiasi ulang terhadap kontrak yang telah disepakati. Namun, dia pun memahami tidak dapat membatalkan isi kontrak secara keseluruhan.

Dia mencontohkan untuk sektor keuangan, pemerintah sudah menganjurkan untuk melakukan negosiasi tentang penundaan pembayaran kredit atau bahkan sampai bunga dan sanksinya. "Negoisasi dengan bank kan sudah dibuka pintunya. Hasilnya pasti akan dilihat lebih dalam kasus per kasus," kata dia.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengatakan sejak awal pandemi virus corona di industri alas kaki dianggap force majeur yang membuat beberapa kontrak dibatalkan dan ditunda baik untuk pasar ekspor maupun domestik.

(Baca: Bertambah 297 Kasus, Positif Virus Corona di RI Tembus 5.000 Orang)

Minimnya order pun membuat perusahaan kesulitan dalam mempertahankan karyawan yang merupakan industri sektor padat karya. "Sudah ada force majeur bisnis dalam menyesuaikan kondisi walaupun regulasinya agak terlambat," kata dia.

Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Bencana Non Alam, tidak otomatis membatalkan seluruh kontrak bisnis yang telah disepakati.

"Itu tidak bisa secara otomatis dijadikan dasar untuk membatalkan atau mengesampingkan kontrak-kontrak bisnis yang sudah dibuat sebelum dikeluarkannya Kepres ini," kata Mahfud dalam cuitannya di akun Twitter pribadinya yang diunggah Selasa (14/4).

Menurut dia, Kepres tersebut hanya bersifat pemberitahuan terjadinya force majeure atau keadaan di luar kendali manusia dan tidak dapat dihindarkan. Sehingga hal itu dapat dijadilan sebagai pintu untuk proses negosiasi ulang sesuai dengan ketentuan Pasal 1.338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi yang membuat.

Adapun intervensi negara untuk meringankan pelaksanaan kontrak karena kesulitan ekonomi sudah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Seluruh penundaan pembayaran hingga keringanan pembayaran bunga bagi lembaga keuangan yang ditanggung negara telah diatur dengan baik.

"OJK sekarang sudah mempunyai peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasioanal dan juga ada Surat Edaran kepada eksekutif industri keuangan non bank yang mengatur hal-hal seperti itu jadi jangan disalahkaprahkan," kata dia.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto