Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas bumi (SKK Migas) mencatat ada empat target sektor hulu migas gagal tercapai. Empat indikator tersebut yakni rasio penggantian cadangan migas (Reserve Replacement Ratio/RRR), produksi siap jual (lifting), pengembalian biaya operasional (cost recovery) dan investasi.
Rasio penggantian cadangan sepanjang tahun 2017 hanya mencapai 55,33% dari target adalah 60%. Kinerja ini disumbang dari persetujuan terhadap proposal pengembangan 29 lapangan. Di antaranya, Bukit Tua, Limau Barat Phase 2, Kinanti, Bambu Besar, Ogan Phase 2, Balladewa, Bunyu Pashe 2, Tapen, Pematang Lantih, Sidayu, WF Tanjung, Jati Besar, Tunggu Maung, Pulau Gading & Sungai Kenawang, Talang Timar Jamar.
Selain itu ada persetujuan pengembangan lapangan Tundan, Cadas Minyak, Suci-01, Akasia Bagus, Tunu Shallow, Sisi Nubi, South Mahakam, Tambora, Belimbing, North Kampar, Handil. Kemudian ada tambahan cadangan Banyu Urip, Diskusi Teknis Bason, dan pembaruan cadangan Ujung Pangkah.
Indikator lainnya yang tidak mencapai target adalah lifting migas yang hanya mencapai 1.944 ribu barel setara minyak per hari (bsmph) atau 98,9% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017. Perinciannya, lifting minyak bumi minyak bumi sebesar 803,8 ribu barel per hari (bph) atau 98,6% dari APBNP 2017. Sedangkan realisasi lifting gas 1.140 ribu bsmph dari target 1.150 ribu bsmph.
Meski begitu, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menilai capaian lifting minyak itu sudah bagus karena di atas produksinya yang hanya 801,4 bph. “Ini bagus karena memang kemarin itu diupayakan untuk mengurangi yang tersimpan di dalam storage," kata dia di Jakarta, Jumat (5/1).
SKK Migas juga mencatat capaian cost recovery juga meleset dari target APBNP 2017 yang dipatok US$ 10,7 miliar. Selama tahun 2017 lalu, cost recovery membengkak hingga US$ 11,3 milar. Dana cost recovery itu paling besar dialokasikan untuk produksi hingga 47%. Disusul depresiasi 29%, administrasi 9%, eksplorasi dan pengembangan 7%, unrecovered cost 6% dan investment credit 2%.
Sepanjang tahun 2017, target investasi migas yang tidak tercapai. Tahun lalu SKK Migas menargetkan target investasi migas berdasarkan revisi program kerja dan anggaran (WP&B) 2017 sebesar US$ 12,29 miliar. Namun realisasinya sepanjang 2017 hanya bisa mencapai US$ 9,33 miliar. Rinciannya, untuk investasi di blok eksplorasi sebesar US$ 0,18 miliar dan investasi di Blok eksploitasi sebesar US$ 9,15 miliar.
Amien mengatakan penyebab investasi migas tak tercapai karena harga minyak masih rendah. Alhasil, kontraktor tidak banyak berinvestasi, terutama di kegiatan eksplorasi. Apalagi mayoritas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) masuk dalam kelas dhuafa, sehingga sulit untuk mengeluarkan investasi besar di tengah harga minyak rendah.
(Baca: Target Investasi Hulu Migas Tahun 2018 Naik 35%)
Namun, di sisi lain, penerimaan negara selama 2017 berhasil melampaui target mencapai US$ 13,14 miliar dari target US$ 12,20 miliar. Ini karena realisasi harga minyak Indonesia (ICP) meningkat jadi US$ 51,19 per barel dari target APBNP 2017 US$ 48 per barel.