Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga kini belum memberikan izin impor gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) yang diajukan PT Shell Indonesia. Alasannya menunggu infrastruktur terbangun.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan Shell sudah mempresentasikan proposal impor LNG itu ke pemerintah. Namun, hingga kini hasil rapat itu masih dalam tahap pembahasan.
Djoko mengatakan impor belum bisa dilakukan tanpa ada infrastrukutur. “Bangun fasilitas LNG dulu, baru dapat izin impor,” kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (6/9).
Untuk itu, Kementerian ESDM memberikan izin sementara selama tiga tahun untuk membangun fasilitas LNG. Jika dalam jangka waktu itu, pembangunan fasilitas LNG belum selesai, pemerintah akan memperpanjang selama dua tahun.
Menurut Djoko, impor LNG itu harus mengikuti aturan yang ada. Adapun, impor LNG bisa mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 45 tahun 2018. Aturan itu membolehkan perusahaan impor LNG jika harganya lebih murah daripada dalam negeri.
Djoko pernah mengatakan setidaknya ada dua sisi positif dan negatif mengimpor gas. Positifnya, jika ternyata harga LNG di luar negeri lebih murah, maka pasar di dalam negeri akan bersaing. Dengan demikian industri di dalam negeri bisa bersaing dengan harga kompetitif.
Di sisi lain, impor dapat berdampak negatif. Ini karena mengancam pasokan gas dalam negeri tidak ada yang menyerap.
(Baca: Shell Ajukan Impor LNG, Arcandra Prioritaskan Produksi Lokal)
Sementara itu Kementerian ESDM memperkirakan tahun 2025 Indonesia akan mengalami defisit gas bumi. Ini karena pasokan yang ada di dalam negeri, tidak bisa lagi menutup konsumsi. Jika menghitung kebutuhan gas menggunakan asumsi kapasitas maksimal pabrik dan target pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 2025 diprediksi ada defisit lebih dari 500 MMSCFD