PT Pertamina (Persero) menyatakan produksi gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) di Kilang LNG Badak, Bontang, Kalimantan Timur akan lebih rendah daripada tahun lalu. Tahun ini, kilang itu akan memproduksi hanya 130 kargo. Padahal, tahun lalu bisa 150 kargo.
Senior Vice President Gas & LNG Management Pertamina Tanudji Darmasakti mengatakan produksi kilang itu tergantung pada pasokan dari beberapa lapangan gas yang dikelola kontraktor. "Memang produksi menurun," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (7/1).
Seperti diketahui, pasokan gas untuk kilang LNG Badak berasal dari sejumlah proyek migas seperti Blok Mahakam, Sanga-Sanga, Jangkrik, Attaka, hingga bangka di Proyek IDD.
Jika mengacu data SKK Migas, Blok Mahakam misalnya memang mengalami tren penurunan produksi. Ini terlihat dari kinerja produksi siap jual (lifting) gas dari blok yang dikelola oleh PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) tersebut selama tahun 2018.
Rata-rata lifting gas Mahakam tahun lalu mencapai 832 juta kaki kubik per hari (MMscfd) atau hanya 75% dari target APBN 2018 sebesar 1.110 MMscfd. Capaian itu juga lebih rendah daripada tahun 2017 yang bisa menyentuh level 1.286 MMscfd.
Adapun Kilang Badak dioperasikan PT Badak LNG. Mayoritas saham PT Badak LNG dikuasai oleh mayoritas Pertamina 55%, lalu Japan Indonesia LNG Company (JILCO) 15%, Total E&P Indonesia (TEPI), 10%, dan VICO Indonesia 20%.
Selain untuk konsumen dalam negeri seperti PT PLN, gas produksi dari Kilang Badak juga dijual untuk pembeli luar negeri. Salah satunya Jepang yang kontraknya akan berakhir pada 2020 mendatang.
(Baca: PT Badak Berencana Nonaktifkan Dua Unit Pengolahan LNG)
Namun Tanudji pernah mengatakan pihaknya membuka peluang untuk memperpanjang kontrak LNG dengan Jepang setelah berakhir nanti. Namun perpanjangan bisa diberikan jika masih ada kargo yang bisa diproduksi dengan harga yang menarik, dan mendapatkan restu dari pemerintah. "Lebih baik diperpanjang untuk secure produksi gas dan processing LNG," kata Tanudji, Senin (31/12/2018).