KPPU Selidiki Dugaan Kartel Kargo 7 Maskapai Domestik

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi pesawat salah satu maskapai nasional di Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta, Tangerang, Banten (22/7).
Penulis: Ekarina
21/9/2019, 15.04 WIB

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah menyelidiki dugaan praktik kartel yang  dilakukan tujuh maskapai penerbangan domestik berjadwal. Praktik tersebut dilakukan dengan menaikkan harga kargo secara bersama-sama yang diperkirakan telah berlangsung sejak 2018 hingga saat ini. 

Komisioner KPPU, Guntur Syahputra Saragih mengatakan, penyelidikan tersebut merupakan bagian dari rangkaian kasus kartel tiket pesawat yang  sudah mulai disidangkan, Selasa (17/9) lalu.

"KPPU bukan mempersoalkan soal kenaikan harganya. Tapi apakah kenaikan harga itu berangkat dari kesepakatan?," ujar Guntur di Alam Sutera, Tangerang Jumat (20/9).

(Baca: KPPU Duga Kerja Sama Citilink-Sriwijaya Langgar Persaingan Usaha Sehat)

Dia juga menjelaskan, kenaikan harga secara absolut merupakan hal yang lumrah dalam bisnis di Indonesia. Terlebih dengan inflasi yang terus meningkat antara 4% sampai 6%, yang berarti secara absolut kenaikan harga di Indonesia akan selalu terjadi.

Karena itu, KPPU menekankan fokus penyelidikan pada penetapan harga yang dilakukan secara bersama-sama antar maskapai yang bertentangan dengan pasal 11 UU No. 5 tahun 1999.

Guntur menyatakan, pihaknya sudah memanggil sekitar 60 pihak terkait yang terdiri dari saksi dan terlapor. KPPU juga sudah menyampaikan beberapa permintaan dokumen dan data pada beberapa pihak terkait dugan kasus kartel kargo.

(Baca: Tak Kooperatif, KPPU Ancam Pidana Garuda-Sriwijaya atas Dugaan Kartel)

Adapun tujuh maskapai penerbangan yang diduga ikut terkait dengan kasus tersebut di antaranya PT Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia, PT Nam Air, PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, PT Wings Abadi (Wings Air) dan PT Sriwijaya Airlines.

Pemeriksaan dugaan kartel KPPU dilakukan berdasarkan Pasal 5 dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pasal 5  tentang penetapan harga menyebutkan, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

Sedangkan pasal 11 mengenai kartel berbunyi pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Jika terbukti melanggar, pelaku terancam dikenakan hukuman denda senilai Rp 25 miliar.

Reporter: Dorothea Putri Verdiani (Magang)