Sanna Marin, politisi dari Partai Sosial Demokrat, akan dilantik menjadi Perdana Menteri Finlandia pada Selasa (17/12). Ia akan menjadi perdana menteri termuda di dunia pada usia 34 tahun.
Saat ini di dunia ada beberapa pemimpin negara yang berusia 30-an, antara lain Perdana Menteri Ukraina Oleksiy Honcharuk (35 tahun) dan Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Arden (39 tahun).
Sanna Marin sebelumnya menjabat sebagai Menteri Transportasi dan Komunikasi Finlandia sejak 6 Juni 2019. Ia menggantikan Perdana Menteri Antti Rinne yang mengundurkan diri pada Selasa lalu. Mitra koalisi dari Partai Tengah menyatakan mereka telah kehilangan kepercayaan terhadap Rinne. Salah satu penyebabnya adalah Rinne dinilai gagal mengendalikan unjuk rasa para pekerja perusahaan pos milik negara.
Dalam wawancara dengan Reuters, Marin menyatakan, ia memiliki banyak pekerjaan rumah untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Wanita kelahiran Helsinki, 16 November 1985 ini meraih gelar Master of Administrative Sciences dari University of Tampere pada 2007. Ia terjun ke dunia politik sejak berusia 27 tahun.
Pada 2010-2012, Marin menjadi wakil presiden sayap pemuda Partai Sosial Demokrat. Pada 2012, Marin terpilih menjadi anggota Dewan Kota Tampere (City Council of Tampere). Ia juga menjadi anggota Majelis Dewan Regional Tampere. Setahun kemudian, ia terpilih menjadi anggota Dewan Regional Pirkanmaa dan menjabat hingga 2016.
Prestasi Marin yang cemerlang di bidang politik memuluskan langkahnya menjadi wakil ketua II Partai Sosial Demokrat pada 2014. Ketika berusia 30 tahun, ia terpilih menjadi wakil rakyat di Parlemen Finlandia dari daerah pemilihan Pirkanmaa. Empat tahun kemudian, ia terpilih kembali menjadi anggota Parlemen.
(Baca: Mantan Wakil Menkeu Jepang Masatsugu Asakawa Jadi Presiden ADB)
Pernah Diancam akan Dibunuh
Ketika menjadi menteri transportasi dan komunikasi, Marin melakukan berbagai gebrakan. Salah satunya dengan memperbaiki infrastruktur rel kereta sehingga semakin banyak orang beralih dari kendaraan pribadi ke sarana transportasi massal. Ia juga mengkritik penggunaan mobil pribadi dengan bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan.
Seperti ditulis Helsinki Times, Marin pernah menerima ancaman pembunuhan karena menunda pelaksanaan Undang-Undang mengenai mobil berbobot ringan. Berdasarkan UU tersebut, pengendara berusia minimal 15 tahun boleh mengendarai mobil ringan dengan kecepatan maksimum 60 km per jam. Surat izin mengemudi (SIM) yang dibutuhkan untuk mengendarai mobil ringan sama dengan SIM untuk sepeda beroda empat. UU ini ditunda pelaksanaannya karena pemerintah menilai ada moda transportasi lain yang lebih aman untuk pengendara berusia 15-18 tahun.
Marin mengatakan, ia menerima pesan pendek dari nomor tak dikenal yang mengancam akan menabraknya dengan mobil. "Saya sadar penundaan UU mengenai kendaraan ringan mengecewakan banyak pihak, tetapi saya tidak habis pikir bisa menerima ancaman pembunuhan hanya karena isu tersebut," kata Marin melalui akun Twitternya. Kasus ini sudah ditangani oleh Biro Intelijen Finlandia (Supo) dan Kepolisian Helsinki.
(Baca: Jadi Mendikbud, Nadiem Makarim Masuk 100 Tokoh Masa Depan versi TIME)
Usulkan Empat Hari Kerja dalam Seminggu
Dalam peringatan ulang tahun Partai Sosial Demokrat ke-120 pada Agustus lalu, Marin mengusulkan empat hari kerja bagi para pekerja di Finlandia. Ia menilai, hari kerja yang lebih pendek justru akan meningkatkan produktivitas pekerja.
"Bekerja empat hari dalam seminggu, enam jam sehari. Saya percaya masyarakat berhak meluangkan waktu lebih banyak untuk keluarganya, orang-orang yang dicintai, hobi, dan aspek-aspek lain dari kehidupan, seperti budaya," kata Marin seperti dikutip Helsinki Times. Ia berharap usulan tersebut dapat terwujud dalam waktu dekat.
Saat ini, rata-rata pekerja di Finlandia bekerja lima hari dalam sepekan, delapan jam sehari. Aliansi Kiri pernah mengusulkan agar enam jam kerja dalam sehari diterapkan di Finlandia.
Usulan Marin ini ditolak oleh kelompok oposisi. Arto Satonen dari Partai Koalisi Nasional mengutip hasil penelitian Institut Riset Perekonomian Finlandia (ETLA) yang mengidentifikasi perpanjangan jam kerja sebagai indikator yang paling efektif untuk mempromosikan daya saing dalam beberapa tahun terakhir.
Laporan ETLA yang dirilis awal Agustus 2019 menyebutkan, penambahan jam kerja sebanyak 24 jam sepekan berkontribusi terhadap naiknya daya saing para pekerja. Penyesuaian jam kerja juga mendorong lapangan kerja dan daya saing, serta mengurangi biaya buruh. "Delapan jam kerja dalam sehari dan 40 jam kerja dalam sepekan merupakan ide bagus yang diketahui sejak lama," kata Satonen.
Jika upah buruh tidak diturunkan seiring pengurangan jam kerja, biaya tenaga kerja yang harus dibayar para pengusaha akan menjadi lebih tinggi. Sebaliknya jika jam kerja dikurangi tetapi upah pekerja diturunkan, pekerja juga tidak akan mau. Jadi, usulan Marin dinilai sulit diterapkan.
(Baca: Jokowi Dinobatkan Sebagai Asia of The Year oleh The Straits Times)