Ancaman Krisis Pangan, Jokowi Minta Ketersediaan Beras Dihitung Cermat
Organisasi Pangan dan Pertanian atau FAO memperingatkan ancaman krisis pangan dunia akibat pandemi virus corona. Presiden Joko Widodo pun meminta jajarannya kembali menghitung secara cermat ketersediaan bahan pokok di dalam negeri, khususnya beras.
Jokowi ingin data terkait jumlah produksi beras, cadangan stok nasional, hingga perkiraan produksi ke depan saat musim kemarau benar-benar empiris, valid, dan reliabel. "Ini betul-betul harus dihitung. Jangan overestimate. Tolong dikalkulasi yang cermat," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui video conference dari Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (21/4).
Menurut Jokowi, setiap negara produsen beras sedang memprioritaskan kebutuhan dalam negeri mereka sendiri. Tak hanya itu, kebijakan karantina wilayah atau lockdown di beberapa negara juga mempengaruhi rantai pasok bahan pangan tersebut.
"Oleh sebab itu saya ingin menekankan, pastikan ketersediaan bahan pokok," kata Jokowi.
(Baca: Kinerja Memburuk, Industri Tekstil Terancam Rumahkan 1,5 Juta Pekerja)
Ia juga meminta rantai pasok bahan pangan disesuaikan dengan dinamika kebutuhan masyarakat. Petani harus dipastikan mendapat perlindungan. Adapun praktik-praktik yang tidak sehat dalam rantai pasok bahan pangan harus mampu diberantas dengan menerapkan prinsip tata kelola yang baik.
"Saya juga minta Satgas Pangan berkoordinasi dengan Kepolisian untuk mengawasi rantai pasok dan stok pangan," kata dia.
(Baca: Bingung Harga Beras Naik saat Gabah Turun, Jokowi: Ini Ada Masalah)
Selain itu, Kepala Negara meminta harga-harga bahan pokok tetap terjaga. Dengan demikian, masyarakat dapat menjangkau berbagai bahan pokok yang dibutuhkan.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga ingin situasi pandemi corona menjadi momentum bagi jajarannya untuk melakukan reformasi besar-besaran dalam kebijakan sektor pangan Indonesia. "Jangan kehilangan momentum," kata Jokowi.