Impor Berkurang, Jokowi Apresiasi Petani Jagung dalam Debat Capres

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Buruh tani mengemas jagung manis ke dalam karung usai dipetik di area persawahan Desa Bringin, Kediri, Jawa Timur, Selasa (8/5). Petani di daerah tersebut mengaku lebih untung menanam jagung manis (jagung sayur) karena masa panen lebih cepat dari pada jagung pakan ternak (jagung kering) dan dengan harga jual relatif stabil pada kisaran harga Rp2.000 per kilogram.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
18/2/2019, 12.00 WIB

Calon Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi peran petani jagung dalam peningkatan produksi jagung sekitar 3,3 juta ton selama tiga tahun. Hal itu disebut berdampak terhadap menurunnya impor jagung dari 3,5 juta ton pada 2015 menjadi 180 ribu ton tahun lalu.

Jokowi mengatakan, para petani berjasa karena kontribusi pada pemenuhan pasokan jagung. “Terima kasih pada para petani jagung sehingga impor kita turun drastis” katanya dalam Debat Calon Presiden dalam keterangan resmi Kementerian Pertanian, Senin (18/1).

Selain itu, pemerintah menguapayakan penyingatan rantai pasok komoditas pertanian agar petani dan konsumen menikmati harga komoditas yang layak.

(Baca: Pemerintah Klaim Tekan 3,4 Juta Ton Impor Jagung dalam Empat Tahun)

Menurut Jokowi, tantangan pemerintah yang perlu diselesaikan secara cepat adalah bagaimana menjaga harga di hulu dan hilir. “Kalau kita hanya menaikan harga, masyarakat pasti menjerit, fungsi pemerintah agar kedua pihak mendapat keuntungan," katanya.

Kementerian Pertanian menyatakan sejak 2014 rekomendasi impor jagung untuk bahan baku pakan ternak terus menurun. Pada 2014 rekomendasi impor jagung sebagai pakan ternak mencapai 3,16 juta ton. Kemudian, pada 2015 jumlahnya menurun 13,34% menjadi 2,74 juta ton. Selanjutnya, tahun 2016, rekomendasi impor kembali turun dengan persentase cukup drastis 67,73% ke angka 884,6 ribu ton. Sedangkan pada 2017 pemerintah pemerintah mengklaim tak ada impor jagung untuk pakan ternak.

Jagung merupakan salah satu komponen utama bahan baku pakan ternak dengan kontribusi hingga 50%. Total kebutuhan jagung untuk industri pakan pada 2018 sebanyak 7,8 juta ton  dan 2,5 juta ton untuk peternak mandiri.  Adapun total produksi pakan pada 2018 yang mencapai 19,4 juta ton.

(Baca: Optimalisasi Serapan, Bulog Diusulkan Serap Jagung Tanpa HPP )

Data Kementerian Pertanian, terjadi pergeseran sentra produksi jagung dalam kurun waktu 1993 sampai 2015. Pergeseran produksi itu terjadi dari pulau Jawa ke Sumatera dan wilayah Timur Indonesia seperti Sulawesi, Kalimantan dan Nusa Tenggara. Meskipun pada 1993 mayoritas produksi jagung masih di Jawa sebesar 62,26%, namun secara perlahan mulai terjadi pergeseran ke luar Jawa, sehingga produksi jagung di Jawa menyusut menjadi 54,1% per 2015.

Pada periode yang sama, kenaikan kontribusi produksi jagung di Sumatera naik dari 16,27% menjadi 21,7%, serta Sulawesi dari 11,86% persen menjadi 14,1%. Meski demikian, pabrik pakan saat ini masih terpusat di dua pulau besar yaitu Jawa (65 pabrik atau 72,2%) dan Sumatera (19 pabrik atau 21,1%) dari total 90 pabrik.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, menjelaskan rekomendasi impor terus menurun. Tahun lalu, rekomendasi impor jagung pakan ternak hanya sebanyak 100 ribu ton.

"Jagung kami gunakan sebagai cadangan pemerintah melalui keputusan Rakortas dengan pelaksana impor jagung adalah Bulog," kata Diarmita.

Diarmita mengatakan, data impor jagung yang dipublikasikan oleh BPS maupun Kementerian Pertanian terdiri dari beberapa kode Harmonized System (HS) serta bukan merupakan produk tunggal. Alhasil, kebanyakan data impor yang besar adalah jagung segar maupun olahan, bukan jagung pakan ternak.

Menurutnya, jagung segar bisa berupa jagung bibit, jagung brondong, dan jenis jagung segar lainnya. Sedangkan jagung olahan bisa berupa maizena, jagung giling, pati jagung, minyak jagung, sekam, dedak, bungkil dan residu.

“Inilah yang perlu kita pahami bersama bahwa tidak ada kode HS khusus jagung yang digunakan untuk pakan dan penggunaan jagung segar," ujarnya. 

Diarmita menambahkan, jagung sebagai komoditas pangan strategis kedua setelah padi, juga  salah satu bahan pakan utama dalam formulasi pakan, sampai dengan akhir 2017 rekomendasi pemasukannya melalui Kementerian Pertanian. Namun,  jagung selain untuk  pakan untuk makanan, atau olahan berdasarkan rekomendasi impor oleh Kementrian Perindustrian.

Reporter: Michael Reily