Terkait 'Data Mafia', Mentan & BPS Sepakat Benahi Definisi Lahan Sawah

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Istana Merdeka, Jakarta Pusat (23/10/2019). Mentan dan BPS sepakati data pertanian.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Yuliawati
29/10/2019, 21.37 WIB

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menemui Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto. Dalam pertemuan tersebut, Mentan dan BPS sepakat untuk membenahi definisi lahan sawah.

Syahrul mengatakan, sawah yang telah diubah menjadi tanaman lain akan dikelompokkan sebagai lahan sawah. "Walaupun tanamannya sudah bukan padi, sudah jadi tembakau, tapi lahan dasarnya sawah," kata Syahrul di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (29/10).

Oleh karena itu, data lahan sawah yang menggunakan skema Kerangka Sampel Area (KSA) akan disempurnakan di 34 provinsi. Selain penyamaan definisi, pengambilan data ubinan akan dilakukan secara bersama-sama oleh setiap kementerian dan lembaga.

(Baca: Dituding Amran Tak Akurat, Ini Penjelasan BPS soal Data Produksi Beras)

Sebelumnya, mantan Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan data lahan sawah yang dikeluarkan BPS tidak akurat. Ia juga menuding skema KSA yang digunakan BPS dalam meramal luas panen merupakan data mafia.

Dengan kesepakatan Mentan dan BPS ini, maka data setiap ubinan dikerjakan oleh BPS, Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Dengan demikian, ukuran lahan yang didata akan sama.

Syahrul berjanji, pembenahan data ini akan selesai dalam 100 hari kerja. Dengan demikian, tidak ada lagi data Kementerian Pertanian atau kementerian lainnya.

"Kementerian Pertanian ikut BPS. Karena BPS itu menjadi pusat data nasional kita," ujar dia.

(Baca: Dorong Independensi, Pengamat Usul Perbaikan Data Pangan Dilakukan BPS)

Ia pun akan menemui Menteri ATR/BPN untuk membicarakan data lahan tersebut. Pertemuan tersebut akan membahas definisi lahan sawah yang dipakai oleh Kementerian ATR/BPN. Rencananya, pertemuan akan digelar pada Kamis pekan ini.

Syahrul juga akan mendiskusikan masalah yang sama dengan Menteri Perdagangan. Tujuannya untuk mengevaluasi kebijakan perdagangan agar sesuai dengan data.

Kepala BPS Suhariyanto sepakat definisi lahan sawah akan diubah. "Konsep definisinya perlu kami cek bahwa lahan baku sawah atau tembakau harus tetap didefinisikan sebagai lahan sawah," ujar dia.

Suhariyanto pun mengatakan, peta lahan sawah yang telah dibuat pada tahun lalu memang tidak 100% akurat. Sebab, dalam statistik selalu ada margin of error sebesar 1-2%. Namun, hal tersebut akan dibenahi oleh BPS.

Ia mengatakan, masih ada sejumlah titik di beberapa kabupaten yang mengalami perubahan lahan sawah. Temuan ini dengan membandingkan data pada 2013 dan 2018 milik Kementerian ATR.

(Baca: Target 100 Hari Kerja, Mentan Fokus Bereskan Masalah Data Pertanian)

Dari perbandingan tersebut, ada daerah yang memiliki lahan sawah pada 2013, namun sawah tersebut sudah tidak ada pada 2018. "Itu yang perlu dicek. Tapi jumlahnya kecil," ujar dia.

Setelah perbaikan data lahan sawah selesai, Syahrul akan membenahi data pangan lainnya seperti jagung dan sawit. Namun, saat ini ia akan fokus pada pembenahan data lahan sawah.

Terkait tudingan data mafia, Amran menyatakan data yang diambil oleh BPS, BIG, dan BPN telah menggunakan sampel yang salah, dengan tingkat kesalahannya mencapai 92%.

Amran mencontohkan, kesalahan data terjadi di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Dia mengatakan seharusnya ada 9.700 hektare lahan sawah di wilayah tersebut, namun citra satelit tidak menangkap adanya lahan sawah.

(Baca: Tak Lagi Jadi Menteri, Amran Tuding BPS Gunakan Data Mafia )