Pemerintah akan merilis pembaruan data luas lahan baku sawah pada 1 Desember 2019. Pembaruan tersebut bakal memuat verifikasi dan koreksi terkait pendataan lahan sawah yang telah dipublikasikan pada 2018.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengatakan, pihaknya sudah melakukan verifikasi lapangan terhadap 20 daerah dan provinsi penghasil beras utama.
Data tersebut menurutnya telah disepakati oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional bersama Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Informasi Geospasial (BIG) serta Kementerian Pertanian.
(Baca: Terkait 'Data Mafia', Mentan & BPS Sepakat Benahi Definisi Lahan Sawah)
Berdasarkan data yang dirilis pada 2018, luas lahan baku sawah Indonesia tercatat sekitar 7,1 juta hektare. Dengan adanya proses validasi dan verifikasi data di 20 provinsi, data luas bahan baku sawah tersebut bakal mengalami perubahan.
Namun, dirinya belum bisa menyampaikan detail koreksi data yang dimaksud lantaran masih tahap penghitungan akhir.
"Saat ini prosesnya masih hitung-hitungan akhir. Mudah-mudahan 1 Desember nanti, bisa dikeluarkan data koreksi dari data yang sudah dipublish sebelumnya," kata Sofyan di kantornya, Jakarta, kamis (31/10).
Lebih lanjut, Sofyan mengungkapkan proses verifikasi luas lahan baku sawah kembali dilakukan untuk menyamakan persepsi antara pihak kementrian serta institusi terkait.
Sebab, data keempat instusi penyedia data pertanahan sebelumnya terdapat perbedaan lantaran adanya deviasi hasil tangkapan citra satelit beresolusi tinggi. Sehingga menyebabkan bias dalam pengkategorian fungsi tanah.
“Sekarang kita satukan dalam satu data, kita pakai pencitraan satelit dengan resonansi yang lebih rendah. Dengan demikian deviasi dapat lebih diperhitungkan,” ujar Sofyan.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan pihaknya sepakat dengan sistem satu data pertanian yang telah terverifikasi.
(Baca: Dituding Amran Tak Akurat, Ini Penjelasan BPS soal Data Produksi Beras)
Nantinya, data yang terverifikasi akan ditandai dengan citra satelit area berwarna hijau. Sedangkan untuk area yang memerlukan verifikasi ulang yang ditandai dengan area berwarna kuning atau merah yang memerlukan tindakan langsung turun ke lapangan.
"Kami bersama empat institusi memiliki waktu bersama turun ke lapangan ke daerah mana saja, sehingga metodologinya sama," ujarnya.
Dia pun mengungkapkan data Kementerian ATR/BPN yang dirilis 1 Desember nanti siap dijadikan acuan. Hanya saja, untuk data yang memerlukan klarifikasi lapangan, hal itu akan dilakukan bersama institusi lain.
"Itu yang kami sepakati. Mudah-mudahan Indonesia memiliki satu data tentang pertanian," katanya.
Reporter: Dorothea Putri Verdiani