Terancam Bangkrut Akibat Corona, Maskapai Dunia Berlomba Tambah Utang

ANTARA FOTO/REUTERS/Elijah Nouvelage/AWW/dj
Elijah Nouvelage Pesawat penumpang Delta Air terlihat diparkir akibat pengurangan penerbangan yang diberlakukan untuk menghambat penularan virus corona (COVID-19), di Bandara Internasional Birmingham-Shuttlesworth di Brimingham, Alabama, Amerika Serikat, Rabu (25/3/2020). Sejumlah maskapai penerbangan dunia menambah utang imbas corona.
28/4/2020, 14.48 WIB

Maskapai penerbangan global mengalami paceklik penumpang selama pandemi corona. Penyebabnya kebijakan negara-negara membatasi perjalanan dan pergerakan manusia demi memutus penyebaran covid-19. International Air Transport Association (IATA) mencatat 100 negara dunia membatasi perjalanan keluar dan masuk wilayahnya.  

Merujuk data OAG Aviation World Wide, tren kapasitas jadwal terbang mengalami penurunan drastis dalam periode 6 Januari-23 Maret. Titik paling rendah dalam rentang waktu itu pada 23 Maret, yakni menurut 28,7%.

Akibat hal ini, IATA memprediksi potensi kerugian maskapai penerbangan global akibat kehilangan penumpang sebesar US$ 252 miliar sepanjang 2020. Kerugian ini berpotensi membuat separuh dari maskapai dunia bangkrut. Sebab mayoritas maskapai hanya punya modal untuk dua bulan operasional ketika memulai tahun, sementara setidaknya butuh tujuh bulan sampai keadaan kembali normal.

(Baca: Musim PHK Maskapai Dunia Akibat Corona: Emirates Hingga Singapore Air)

Guna mencegah kebangkrutan, maskapai penerbangan global telah mengambil langkah efisiensi. Dalam catatan kami, 16 maskapai mem-PHK dan merumahkan sementara karyawannya. Di antaranya Emirates yang meminta karyawannya mengambil cuti tak bergaji mulai akhir Maret dan British Airways yang merumahkan 30 ribu karyawannya.

Di samping itu, maskapai juga mengajukan utang ke swasta dan bantuan ke pemerintah. Data Bloomberg per 27 April mencatat maskapai di regional Amerika, Eropa dan Asia telah mendapat lebih dari US$ 31 miliar pinjaman dari bank.

Pinjaman paling banyak diajukan maskapai asal Amerika dengan angka mencapai US$ 20 miliar. Diikuti maskapai asal Eropa dengan angka mencapai US$ 7,4 miliar. Terakhir maskapai di Asia mencapai US$ 4,1 miliar.

Sementara untuk bantuan dari pemerintah, Amerika Serikat (AS) memberi dana talangan sebesar US$ 50 miliar kepada lebih dari 200 maskapai yang dikucurkan sedikit demi sedikit mulai Maret dan direvisi pada 14 April. Melansir Businessinsider, Preisden AS Donald Trump menyatakan dana talangan diberikan untuk mengembalikan kondisi industri penerbangan seperti semula, bukan karena permintaan mereka.

Berikut adalah deretan maskapai yang mendapat pinjaman dari bank dan talangan pemerintah selama pandemi:

Delta Airlines

Maskapai penerbangan berbendera AS ini, menurut data Bloomberg, mendapatkan utang dari bank sebesar US$ 5,6 miliar. Sementara dari pemerintah AS mendapat talangan sebesar US$ 5,4 miliar. Delta Airlines mengalami limbung setelah memangkas kapasitas rute internasionalnya antara 20% sampai 25% dan kapasitas domestik 10%-15%.

Pada 14 Maret lalu, Delta Airlines telah menerima 4.500 permintaan cuti tanpa gaji sukarela dari pramugarinya. Permintaan diterima setelah maskapai ini memberi memo agar pegawainya mengajukan cuti tak bergaji secara sukarela demi menjaga stabilitas keuangan perusahaan.

(Baca: Senat AS Dukung Trump Gelontorkan Stimulus Rp 32.000 T Hadapi Corona)

American Airlines

American Airlines dalam catatan Bloomberg mendapatkan utang sebesar US$ 3,73 miliar dari bank. Sementara dari pemerintah AS maskapai ini mendapat talangan terbanyak, yakni US$ 5,8 miliar. Pandemi corona membuat maskapai ini memangkas 75% penerbangan interansionalnya sampai 6 Mei yang mengakibatkan keuangannya terseok.

Southwest Airlines

Data Bloomberg menyatakan Southwest Airlines mendapatkan utang sebesar US$ 3,3 miliar dari bank. Dari pemerintah AS, maskapai ini mendapat dana talangan US$ 3,2 miliar. Maskapai ini tercatat pula mengurangi kapasitas seluruh rutenya sekitar 20% sejak 14 April sampai 5 Juni 2020.

Air France

Air France dalam data Bloomberg tercatat sebagai maskapai dengan jumlah pinjaman ke bank terbanyak, yakni US$ 5,96 miliar. Angka itu terkumpul setelah enam bank memberi tambahan pinjaman dengan garansi dari pemerintah Perancis mencapai 90%. Maskapai ini pun sedang merencanakan meminta pinjaman dari pemerintah Perancis sebesar  € 3 miliar.

Pada 16 Maret, Air France merumahkan sementara 80% stafnya atau sekitar 40 ribu orang. CEO Air France Bens Smith dalam pernyataan resminya yang dilansir media aerotime.aero pada 17 Maret mengatakan, kebijakan ini dilakukan karena kapasitas terbang telah turun 90%. Maskapai ini juga memarkir semua pesawat jenis Airbus A380s dan KLM Boeing 747s.

(Baca: Eropa Longgarkan Lockdown, WHO Ingatkan Pandemi Belum Selesai)

Singapore Airlines

Singapore Airlines dalam data Bloomberg tercatat mendapat pinjaman dari bank sebesar US$ 2,82 miliar. Maskapai ini, seperti diberitakan AlJazeera, mendapat injeksi dari Temasek Holdings sebesar US$ 13,27 miliar. “Ini adalah masa yang berbeda bagi perusahaan,” kata bos Singapore Airlines, Peter Seah.

Pada 23 Maret, Singapore Airlines menyatakan memangkas gaji 10 ribu stafnya. Chief Executive Goh Choong Pong, seperti dilansit Reuters, menyatakan keputusan ini sudah disepakati bersama dengan serikat pekerja. Kebijakan lain yang berlaku adalah tawaran cuti tak bergaji untuk level staf sampai wakil presiden.

EasyJet

Data Bloomberg mencatat EasyJet menerima pinjaman sebesar US$ 1,74 miliar. Pinjaman ini didapat dari program Covid Corporate Finance Facility yang tak berbentuk talangan tapi pinjaman sebesar US$ 744 juta dan tambahan £ 400 juta.

Sejak pandemi corona terjadi, 344 pesawat EasyJet memarkir 344 pesawatnya dan belum tahu kapan bisa menerbangkannya lagi. Melansir Reuters, maskapai ini pun akan merumahkan sementara 4.000 awak kabinnya selama dua bulan.

United Airlines

United Airlines tercatat dalam data Bloomberg menerima pinjaman dari bank sebesar US$ 2,75 miliar. Sementara dari pemerintah AS mendapat dana talangan sebesar US$ 5 miliar. Maskapai ini tercatat mengalami limbung setelah memangkas kapasitas penerbangan internasionalnya sebesar 95% akibat pandemi.

Air Canada

Maskapai berbasis di Kanada ini, menurut data Bloomberg, menerima pinjaman dana dari bank sebesar US$ 1,6 miliar. Air Canada memang sedang limbung. Pada 30 Maret, Chief Executive Callin Rovinescu menyatakan merumahkan sementara 16.500 karyawannya yang terdiri dari 15.200 level pekerja dan 1.300 level manajer.

(Baca: Selamatkan Bisnisnya, PO Bus Beralih Layani Jasa Pengiriman Barang)

Alaska Air

Alaska Air dalam data Bloomberg tercatat mendapat pinjaman dari bank sebesar US$ 1,6 miliar. Sementara dari pemerintah AS mendapat dana talangan sebesar US$ 1 juta.

Maskapai penerbangan yang berbasis di Seattle, AS ini selama pandemi telah mengurangi kapasitas penerbangannya sebesar 80%. Pemangkasan kapasitas akan dilakukan sampai Juni tahun ini.

Jet Blue Airways

Jet Blue Airways mendapat pinjaman dari bank sebesar US$ 1 miliar, seperti tercatat dalam data Bloomberg. Dari pemerintah AS, maskapai ini mendapat dana talangan sebesar US$ 936 juta. Kondisi keuangannya tersuruk setelah pendapatan per tempat duduk tersedia menurun 6%.

Selain deretan maskapai yang tersebut di atas, Bloomberg mencatat Bank Taiwan memberi pinjaman masing-masing sebesar US$ 666 juta kepada China Airlines dan Eva Airways. Begitupun lebih kurang US$ 5 miliar masih dalam pembahasan untuk dipinjamkan kepada Emirates, ANA Holdings dan Iberia.  

(Baca: Corona Belum Reda, BI Ramal Tekanan Sistem Keuangan Bakal Meningkat)