Sejumlah perusahaan mulai memberlakukan sistem bekerja dari rumah sebagai bentuk imbauan social distancing untuk mencegah penyebaran virus corona. Pengusaha menilai langkah ini tak mempengaruhi produktivitas pekerja industri karena di sisi lain, permintaan barang juga sedang berkurang.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani mengatakan, di tengah permintaan sedang menurun signifikan, terjadi penyesuaian proses produksi.
Proses produksi akan dilakukan secara lebih efektif dengan membagi kerja menjadi beberapa shift. "Memang demand sedang turun, produksi juga turun jadi tidak bisa produksi full kapasitas. Kami produksi gantian dipecah jadi shift-nya dipecah saja," kata Rosan di Jakarta, Selasa (17/3).
(Baca: Panic Buying dan Ancaman Virus Corona Menjangkiti Bisnis Retail)
Kendati demikian, sistem kerja di rumah menurut Rosan tak bisa diimpelementasikan seragam di sektor industri. Hal ini karenakan ada beberapa tidak dapat beroperasi di luar kantor.
"Tapi memang ada beberapa industri seperti perbankan dan pasar modal yang tidak bisa bekerja dari rumah. Jadi harus lihat per case," kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin, Shinta W Kamdani mengatakan kendati tidak semua industri bisa menetapkan kebijakan work from home, namun sebagian besar pengusaha sudah mengeluarkan aturan guna meminimalisir dampak penularan di tempat kerja.
Menurut dia, pengusaha di Indonesia sangat fokus mencegah penularan virus mematikan ini dan mengutamakan keselamatan para pekerjanya. Beberapa upaya yang dilakukan yakni menerapkan kebijakan pengecekan suhu tubuh, penggunaan hand sanitizers di kantor dan meniadakan atau membatalkan dinas luar kota serta acara-acara besar yang melibatkan banyak orang, hingga kebijakan work from home.
(Baca: Antisipasi Corona, Pengusaha Minta Kemudahan Cicilan Utang ke Jokowi)
Bahkan, kebijakan ini telah diterapkan di sebagian besar perusahaan sebelum ada imbauan resmi dari pemerintah. "Sebelum ada langkah kebijakan yang diambil pemerintah, kami mengimbau agar setiap perusahaan di Indonesia secara aktif melakukan tindakan pencegahan penyebaran wabah di perusahaannya masing-masing," kata dia.
Shinta menilai kebijakan tiap perusahaan berbeda sesuai urgensi risiko dan kebutuhan produktifitas masing-masing, tetapi sejauh ini tidak ada yang khusus berkaitan dengan jam kerja atau lembur.
"Pada intinya perusahaan berupaya meminimalisir gangguan terhadap produktifitas ketika tindakan2 pencegahan korona di tempat kerja ini diberlakukan oleh perusahaan," katanya.
Di sisi lain, Shinta juga mengimbau masyarakat dan seluruh pemangku kepenting untuk tidak berspekulasi akan adanya lockdown atau karantina wilayah dari pemerintah untuk membatasi penyebaran virus corona. Pasalnya, banyaknya spekulasi atas kebijakan berpotensi menciptakan kepanikan pasar.
Adapun kebijakan tersebut merupakan hak prerogratif pemerintah. Oleh karena itu, adanya spekulasi akan menimbulkan kegaduhan baru yang berpotensi memperkeruh suasana.
"Kita sebaiknya tidak berspekulasi dan menciptakan kepanikan pasar tetapi fokus pada upaya penanggulangan penyebaran wabah yang bisa kita lakukan saat ini agar kondisi tidak menjadi lebih buruk," ujarnya.
(Baca: Menperin Anggap Tambahan Libur Bisa Hambat Produktivitas Industri)
Kadin mengapresiasi langkah yang diambil pemerintah untuk menjaga bisnis yang mulai lesu akibat ditutupnya jalur perdagangan internasional serta memberikan berbagai kebijakan fiskal. Langkah ini dinilai dapat menjaga pertumbuhan industri khususnya perusahaan manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja.
"Kami mengapresiasi pemerintah yang telah mengeluarkan insentif fiskal dan non fiskal untuk industri manufaktur. Namun, ini harus diperluas ke sektor sektor lain karena banyak yang terdampak," kata dia.
Sebelumnya, pemerintah telah merilis stimulus tahap I untuk mengkal dampak corona di sektor pariwisata dengan nilai anggaran senilai Rp 10,2 triliun.
Selanjutnya, pemerintah juga merilis stimulus jilid II berupa keringanan pajak yang ditujukan untuk sektor manufaktur dengan anggaran Rp 22,9 triliun.
Stimulus fiskal yang baru diumumkan pemerintah, yakni pembebasan sementara Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk seluruh pekerja industri pengolahan, penundaan pengenaan PPh Pasal 22 Impor, pemberlakuan skema pengurangan PPh Pasal 25 Badan sebesar 30%, dan relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam bentuk percepatan dan penaikkan batas maksimum restitusi.
Selain stimulus fiskal, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga memberikan empat stimulus nonfiskal untuk kemudahan sektor usaha di tengah tantangan dan hambatan wabah corona.