Pemerintah menyatakan penurunan harga gas industri menjadi US$ 6 per million british thermal unit (MMbtu) berlaku mulai 1 April 2020 juga diterapkan untuk sektor kelistrikan.
Meski demikian, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih menanti regulasi terbaru soal insentif harga gas yang diberikan. Pasalnya, pemerintah perlu melakukan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016, guna menambahkan sektor kelistrikan, sehingga mendapat penyesuaian harga.
Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko Rahardjo menjelaskan, meski bakal mendapat harga gas murah, hal ini juga belum tentu dapat menurunkan tarif listrik kepada konsumen. Pasalnya, terdapat variabel lain dalam menentukan besaran tarif listrik.
"Harga listrk itu tergantung tiga variabel, yakni Indonesian Crude Price (ICP), kurs dan Inflasi. Apalagi kurs hari ini sudah tembus Rp 16 ribu," kata Djoko kepada Katadata.co.id, (19/3).
Meski demikian, pihaknya saat ini juga masih menanti terbitnya beleid anyar tersebut. Jika aturan telah resmi diteken, maka PLN bakal melakukan negosisasi ulang dengan kontraktor guna membahas kontrak pembelian gas dengan mengacu pada harga yang baru.
"Perpresnya aja belum diterima, perlu Permen ESDM juga sehingga aplicable, baru PLN renegosiasi kontrak kontrak. Masih panjang," ujar dia.
(Baca: Penurunan Harga Gas Industri Bakal Pangkas Biaya Produksi Baja 10%)
Berdasarkan perhitungan PLN, dengan harga gas US$ 6 per MMbtu, maka penghematan yang dapat diraih oleh PLN mencapai Rp 13,03 triliun, sekaligus mampu memangkas kebutuhan subsidi senilai Rp 3,29 triliun dan menekan kompensasi sebesar Rp 10,31 triliun.
Hal ini dapat dilihat dari asumsi harga rata-rata gas pembangkit tahun lalu, yang berada di kisaran US$ 8,39 per MMbtu. Biaya yang dikeluarkan PLN untuk konsumsi gas bisa mencapai Rp 60,98 triliun, sementara kebutuhan subsidi sebesar Rp 54,79 triliun dan biaya kompensasi Rp 34,10 triliun.
Sedangkan, jika harga gas pada asumsi US$ 6 per mmbtu, maka konsumsi pemakaian gas yang dikeluarkan PLN hanya sebesar Rp 47,95 triliun dan kebutuhan subsidi bisa ditekan menjadi Rp 51,50 triliun, sedangkan kompensasi turun menjadi Rp 23,79 triliun.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut, penurunan harga gas menjadi US$ 6 per MMbtu tidak hanya berlaku pada industri, tetapi juga diberikan kepada PLN.
(Baca: Menteri ESDM: Tak Langgar Kontrak Migas, Harga Gas Turun 1 April 2020)
Penurunan harga gas tersebut juga diterapkan untuk sektor kelistrikan, dalam rangka menyediakan listrik yang terjangkau bagi masyarakat dan mendukung pertumbuhan industri.
Pemerintah nantinya akan menambal pengurangan penerimaan pemerintah di hulu migas dengan tambahan pendapatan dari pajak dan deviden, penghematan subsidi listrik, pupuk dan kompensasi PLN, serta penghematan dari konversi pembangkit listrik dari diesel ke gas.
Penurunan pendapatan di sisi transportasi dan distribusi gas, juga akan dikompensasi melalui jaminan pasokan gas, tambahan pasokan gas, dan efisiensi perusahaan.
Selain itu, Arifin menyebut pemerintah bersama transporter gas utama telah membahas agar investasi yang sudah berjalan selama 10-12 tahun memiliki nilai depresiasi yang bisa dipertimbangkan. Pemerintah juga meminta transporter gas efisiensi sehingga bisa memberikan kontribusi yang signifikan.
"Kami juga mengupayakan agar kebutuhan aliran gas bisa memenuhi kapasitas pipa. Kami mengimbau agar transporter gas bisa membuka akses kepada supplier gas yang lain, supaya volumenya juga bisa dioptimalkan lebih banyak lagi," kata Arifin, Rabu (18/3).
(Baca: PGN Dukung Kebijakan Optimalisasi Pemanfaatan Gas Bumi untuk Industri)