INFOGRAFIK: Dampak Besar Potensi Blokade Selat Hormuz
Israel dan Iran menyepakati gencatan senjata setelah berperang selama 12 hari. Namun, lalu lintas di perairan Timur Tengah, khususnya Selat Hormuz, belum sepenuhnya aman. Hal ini dapat berdampak pada kenaikan harga minyak global.
Menurut laporan CNBC, banyak kapal yang melintasi Selat Hormuz masih mengalami gangguan sistem navigasi berbasis satelit (GPS) per Rabu, 25 Juni. Hal ini menyebabkan banyak kapal mengurangi transit di Selat Hormuz.
Sebelum kesepakatan gencatan senjata, eskalasi konflik Iran-Israel semakin memanas setelah AS menyerang tiga fasilitas nuklir Iran. Iran kemudian berencana untuk menutup Selat Hormuz yang merupakan salah satu jalur pasokan energi terpenting dunia.
“Parlemen telah mencapai kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup,” kata anggota Komisi Keamanan Nasional Parlemen Iran, Mayor Jenderal Esmaeili Koswari, yang disiarkan saluran televisi Iran Press TV, Minggu, 23 Juni.
Secara geografis, Selat Hormuz menghubungkan Teluk Persia dan Teluk Oman dan diapit oleh tiga negara yaitu Iran, Uni Emirat Arab, dan Oman.
Menurut International Energy Agency (IEA), hampir 30% pasokan minyak dunia melewati jalur Selat Hormuz. Ekspor negara-negara lumbung minyak bumi seperti Arab Saudi, UEA, Iran, Kuwait, hingga Irak melewati selat ini. Selain itu, Selat Hormuz juga merupakan lokasi transit penting bagi ekspor liquefied natural gas (LNG).
Penutupan Selat Hormuz berpotensi berdampak pada kenaikan harga BBM dalam negeri. Untuk diketahui, harga minyak mentah Brent sampai mencapai US$75,48 per barel pada 20 Juni lalu, tertinggi sejak awal tahun 2025.
Akibat kenaikan harga BBM dapat melebar ke anggaran belanja subsidi BBM yang berpotensi membengkak hingga kenaikan harga bahan baku akibat kenaikan ongkos industri dan logistik.