INFOGRAFIK: Dikeluhkan AS, Bagaimana ‘Kekuatan’ QRIS?
Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) mengeluhkan keberadaan kode respons cepat standar Indonesia (QRIS). Standar yang dibangun Bank Indonesia (BI) tersebut dianggap sebagai penghambat perdagangan dalam proses negosiasi tarif resiprokal AS.
Dalam dokumen 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers, AS keberatan karena tak dilibatkan dalam perumusan kebijakan QRIS. Ekonom Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, Indonesia harus bertahan dengan posisinya.
“RI memiliki alasan kuat untuk mempertahankan QRIS sebagai bagian dari strategi kedaulatan ekonomi, keamanan data, dan inklusi keuangan,” katanya kepada Katadata, 22 April lalu.
QRIS pertama kali diluncurkan BI pada 17 Agustus 2019 dan menawarkan efisiensi transaksi keuangan dengan non tunai dan tanpa tatap muka. Menurut data Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), pada 2024 QRIS sudah melayani 36 juta gerai. QRIS juga sudah bisa digunakan di negara Singapura, Malaysia, dan Thailand dengan nilai dan jumlah transaksi yang terus meningkat.
Adapun volume dan nilai transaksi QRIS terus mengalami kenaikan. Pada kuartal pertama 2020 nilai transaksi QRIS hanya sebesar Rp12 triliun, angka tersebut naik menjadi Rp779 triliun pada kuartal IV-2024 dengan volume transaksi mencapai 82 juta.