Tunjangan Tinggi, Hakim Masih Terima Suap
Lembaga peradilan kembali tercoreng. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lagi-lagi menangkap tangan oknum penegak hukum yang diduga menerima suap. KPK menangkap Janer Purba, Ketua Pengadilan Negeri Kabupateng Kepahiang Provinsi Bengkulu pada Senin lalu (23/5). Penangkapan atas dugaan suap ini menjadi bukti bahwa mafia peradilan masih ada di lingkungan Mahkamah Agung (MA).
Awal Mei lalu, Koalisi Pemantau Peradilan mencatat setidaknya ada 27 oknum peradilan, termasuk hakim yang terjerat korupsi sejak KPK berdiri. Pendapatan hakim sebenarnya cukup memadai. Setiap bulan, hakim tingkat pertama mengantongi tunjangan sekitar Rp 8,5-27 juta per bulan, bergantung jabatan dan lama menjabat. Namun, tunjangan yang cukup tinggi tidak menjadi jaminan hakim bebas korupsi. Sumpah jabatan masih kerap dilanggar oknum hakim dengan menerima suap.
(Baca: Jalin Kerja Sama Hakim MA Diharapkan Paham Krisis Ekonomi)
Tunjangan hakim terus disesuaikan. Pada 2014, tunjangan Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Mahkamah Konstitusi serta hakim agung dan konstitusi lainnya bahkan dinaikkan. Untuk itu relative rendahnya tunjangan bukan alasan hakim menerima suap. Menurut Kepala Hubungan Masyarakat MA Agung Suhadi, penyimpangan oleh hakim terjadi karena ketidakkuatan mental menghadapi godaan dari pihak yang berperkara.
Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi), Dio Anshar yang dikutip dari laman kompas.com mengatakan bahwa penangkapan hakim ini menunjukkan adanya praktik korupsi yudisial yang sistemik, masif, dan mengakar di insitusi peradilan. Lembaga peradilan tertinggi, Mahkamah Agung, perlu mengambil sikap tegas untuk mengawasi para hakim. Menurut dia, lemahnya pengawasan memperbesar potensi korupsi di lembaga peradilan.