Jejak Kontroversi Setya Novanto
Nama Setya Novanto sepertinya tidak lepas dari kontroversi. Terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013. Penetapan tersangka itu menambah daftar panjang kontroversinya.
Dalam kasus dugaan korupsi e-KTP saja, nama politisi asal Partai Golkar tersebut sudah disebut sejak 2013. Politisi partai Demokrat Muhammad Nazarudin menyebut Novanto dan mantan ketua umum partai Demokrat Anas Urbaningrum terlibat bagi-bagi duit proyek ini. Selanjutnya, pada 2016 dia menyebut Novanto kecipratan Rp 300 miliar dari hasil bancakan uang megaproyek tersebut. Novanto berkali membantah tudingan tersebut.
(Baca: Jejak Setya Novanto di Sidang Korupsi e-KTP)
Titik terang keterlibatan Novanto dalam kasus e-KTP mulai terungkap pada Juni 2017. Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irene Putrie menyebut Novanto bekerjasama dengan terdakwa Irman dan Sugiarto mengatur pembagian uang jarahan proyek e-KTP. Hingga, pada Senin (17/7) Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh KPK.
(Baca: Setya Novanto Jadi Tersangka Kasus Korupsi e-KTP)
Jauh sebelum itu, pada 2015 nama Novanto juga mencuat dalam kasus perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Dia dituding mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait permintaan saham Freeport. Fakta tersebut terungkap dalam surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (MKD), Senin, 16 November 2015.
Jejak kontroversi yang ditinggalkan atas namanya juga membekas dalam perkara tindak pidana korupsi pengalihan hak piutang (cessie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dan merugikan negara Rp 904 miliar. Namun, kasus tersebut tiba-tiba menghilang seiring dengan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk Setya Novanto pada 2003.
(Baca: Banyak Pejabat Ditangkap, KPK Dibidik Hak Angket)
Sejumlah kasus lain yang pernah dikaitkan dengan nama politisi ini adalah perannya dalam memfasilitasi pengalokasian dana pekan olah raga nasional (PON) di Riau. Namun, sama seperti cessie Bank Bali, beberapa kontroversi tersebut juga tidak menjeratnya dalam kasus hukum.