Laporan FHI Philips: Indonesia Paling Optimis Soal Peran AI di Kesehatan

Anshar Dwi Wibowo
Oleh Anshar Dwi Wibowo - Tim Publikasi Katadata
24 Juli 2025, 19:04
philips
Dok Philips
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA), pemimpin global di bidang teknologi kesehatan, hari ini merilis temuan dari Indonesia dalam laporan tahunan Future Health Index (FHI) yang ke-10. 

Menggali wawasan dari tenaga kesehatan profesional dan pasien di 16 negara, termasuk Indonesia dan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik (APAC), laporan ini mengeksplorasi bagaimana kecerdasan buatan (AI) dan inovasi digital dapat membantu meningkatkan akses layanan kesehatan, hasil perawatan, dan ketahanan sistem layanan kesehatan.

Seiring percepatan transformasi digital di sektor kesehatan Indonesia, temuan ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara paling optimis terhadap peran AI dalam layanan kesehatan.

Namun, di balik optimisme tersebut, temuan ini juga menggarisbawahi pentingnya kepercayaan, edukasi, dan desain inklusif untuk memastikan implementasi yang sukses dan merata. 

“AI memiliki potensi luar biasa untuk meningkatkan akses layanan, mempersingkat waktu tunggu, dan meringankan beban tenaga medis,” ujar Astri Ramayanti Dharmawan, Presiden Direktur Philips Indonesia, dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (24/7). 

Ia menambahkan, potensi tersebut harus merancang dengan empati, membangun kepercayaan, dan memastikan implementasi yang bertanggung jawab demi memenuhi kebutuhan pasien dan tenaga kesehatan.

Tekanan Pada Sistem Kesehatan Indonesia

Sistem kesehatan Indonesia terus menghadapi peningkatan permintaan dan kekurangan tenaga medis spesialis. Indonesia hanya mencetak sekitar 2.700 dokter spesialis baru per tahun, sementara kebutuhan nasional diperkirakan mencapai 29.000. 

Dampak ketidakseimbangan ini terlihat jelas di mana 77% pasien mengalami waktu tunggu yang lama untuk bertemu spesialis, dan 1 dari 3 pasien (33%) bahkan mengalami keterlambatan untuk mendapatkan perawatan umum. 

Jauh lebih kritis, 51% pasien melaporkan kondisi kesehatan mereka memburuk karena tidak dapat segera mengakses layanan kesehatan tepat waktu, dan 45% dirawat di rumah sakit akibat hal tersebut. 

AI Dipandang Sebagai Solusi 

Terlepas dari tantangan ini, baik tenaga kesehatan maupun pasien di Indonesia menyatakan keyakinan yang kuat terhadap potensi AI untuk meningkatkan layanan kesehatan. Optimisme ini melampaui rata-rata di APAC dan global. 

Menurut survei, 84% tenaga kesehatan dan 74% pasien menganggap AI dapat meningkatkan layanan kesehatan. Di antara mereka, 85% tenaga kesehatan mengatakan analitik prediktif berteknologi AI dapat membantu menyelamatkan nyawa dengan memungkinkan intervensi dini, dan 73% percaya teknologi digital akan mengurangi rawat inap di masa mendatang.

Namun, laporan ini juga mengidentifikasi tantangan alur kerja yang masih berlangsung. Lebih dari separuh (56%) melaporkan bahwa mereka menghabiskan lebih sedikit waktu dengan pasien dan lebih banyak waktu untuk tugas administratif dibandingkan lima tahun lalu. 

Sebanyak 62% tenaga kesehatan juga mengatakan mereka kehilangan waktu klinis karena data yang terfragmentasi atau tidak dapat diakses. Seperlima (18%) tenaga kesehatan kehilangan lebih dari 45 menit per shift, yang berarti hampir satu bulan penuh (23 hari kerja) waktu klinis hilang per tahun.

Tanpa adopsi AI yang bermakna, 57% tenaga kesehatan memperkirakan akan terjadi penumpukan pasien yang semakin parah, 49% memperkirakan hilangnya peluang untuk intervensi dini, dan 46% memperkirakan tingkat kelelahan (burnout) yang lebih tinggi.

Mendorong Inovasi AI Secara Bertanggung Jawab

Indonesia berada pada posisi yang tepat untuk memimpin penerapan AI dalam layanan kesehatan dengan cakupan kesehatan yang hampir universal di bawah JKN dan komitmen kuat pemerintah melalui roadmap transformasi kesehatan digital Kementerian Kesehatan. 

Meski demikian, yang paling penting saat ini adalah menyelaraskan inovasi dengan kebutuhan manusia melalui solusi yang inklusif, efektif, dan berskala besar dengan perlindungan yang kuat.

“Membangun kepercayaan pada AI bukan sekadar tantangan teknologi, namun juga pada aspek manusia,” kata Astri. 

Ia menambahkan, dengan memadukan inovasi dengan transparansi, desain yang berpusat pada manusia, kemitraan lintas sektor yang mendalam, dan kerangka regulasi yang jelas, kita dapat membangun sistem layanan kesehatan yang lebih cerdas dan tangguh. “Serta memberikan layanan yang lebih baik bagi lebih banyak orang,” katanya.

Untuk detail mengenai metodologi Future Health Index dan mengakses laporan lengkap Future Health Index 2025, kunjungi Future Health Index | Philips.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...