Dua pekan lalu, saya menerima notifikasi yang berisi penawaran asuransi dari Gojek. Intinya, hanya dengan biaya mulai dari Rp 20 ribu per tahun, Gojek akan menjamin perlindungan atas kerusakan pada layar ponsel saya.
Saat itu, saya memang baru mengganti ponsel. Gojek otomatis mengetahuinya, lalu menawarkan produk yang mungkin saya butuhkan.
Gojek masuk ke lini bisnis asuransi melalui GoSure. Produk yang diluncurkan sejak Oktober 2019 lalu itu merupakan hasil kerja sama dengan insurtech PasarPolis. Gojek pun menggunakan basis data 155 juta penggunanya untuk menawarkan aneka polis.
Selain perlindungan atas layer ponsel, GoSure juga menawarkan dua produk asuransi lain, yakni untuk perjalanan, kendaraan bermotor. “Dengan data-data yang dimiliki Gojek, kami coba menawarkan produk yg tepat. Itu inovasi kami,” kata Head of Third Party Platform Gojek Sony Radhityo di Jakarta, Rabu (5/2).
(Baca: Gandeng PasarPolis, Gojek Luncurkan Layanan Asuransi Go-Sure)
Untuk asuransi perjalanan, manfaat yang ditawarkan mencakup kecelakaan diri, pembatalan perjalanan, keterlambatan penerbangan, kehilangan atau kerusakan bagasi, hingga pembajakan dan teroris. Besaran premi asuransi dan kompensasi akan disesuaikan dengan jarak dan jadwal perjalanan.
Sedangkan, untuk perlindungan kendaraan motor bisa dibeli seharga Rp 50 ribu per tahun, dengan manfaat hingga Rp 2,5 juta.
Nantinya, GoSure akan meluncurkan produk lain, seperti asuransi bencana. “Rencananya kami mau buat satu produk baru per bulan. Salah satunya bencana seperti banjir dan kebakaran. Orang jarang tahu itu,” kata Sony.
CEO PasarPolis Cleosent Randing menambahkan, produk asuransi yang disediakan berfokus pada persoalan yang paling banyak ditemui pengguna, seperti kerusakan layar ponsel. Pengguna bisa mengakses layanan itu lewat GoSure di aplikasi Gojek.
(Baca: Kantongi Investasi 3 Unicorn, PasarPolis Incar 1 Juta Pemegang Polis)
Berdiri pada 2015, PasarPolis merupakan platform agregator produk asuransi dari beberapa perusahaan asuransi. PasarPolis mendapatkan pendanaan seri A dari Gojek, Traveloka, dan Tokopedia pada 2018 lalu. Perusahaan ini juga sudah bekerja sama dengan Gojek meluncurkan GoProteksi, produk asuransi untuk mitra pengemudi pada 2017.
Saat ini, Gojek juga menyediakan asuransi kecelakaan untuk pengemudi dan penumpang GoRide melalui kerja sama dengan Allianz. Selain itu, Jasa Raharja digandeng untuk memberikan jasa asuransi kecelakaan untuk pengemudi dan penumpang GoCar.
Untuk pengemudi dan penumpang GoRide, asuransi kecelakaan diberikan dengan maksimal nilai pertanggungan Rp 5 juta untuk korban luka, dan hingga Rp 50 juta untuk korban cacat permanen atau meninggal dunia. Risiko kehilangan barang juga dijamin dengan nilai pertanggungan maksimal Rp 1 juta.
(Baca: Taktik Industri Asuransi Menyasar Pasar Milenial)
Sedangkan untuk pengemudi dan penumpang GoCar, jaminan asuransi kecelakaan yang diberikan maksimal Rp 20 juta untuk korban luka, serta Rp 50 juta untuk korban meninggal atau cacat permanen. Ada pula tambahan klaim atas biaya ambulance, hingga pemakaman.
Semua klaim dapat dilakukan melalui aplikasi dengan menyertakan identitas, keterangan polisi, dan serta surat keterangan dari rumah sakit.
Tak mau kalah, Grab tahun ini akan menyusul Gojek dengan merambah pasar asuransi. President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, langkah itu merupakan bagian dari upaya Grab untuk menjadi everyday superapp.
Ridzki menilai, asuransi menjadi salah satu layanan yang dibutuhkan. “Segera kami luncurkan untuk masyarakat Indonesia,” kata dia kepada Katadata.co.id di Jakarta, Selasa (10/12/2020) lalu.
(Baca: GrabFood dan Finansial Sumbang 50% Lebih Transaksi di Grab)
Seperti Gojek, asuransi itu nantinya akan terkait dengan beragam layanan di aplikasi Grab, baik GrabHealth, GrabBike, GrabCar dan lainnya. “Itu juga untuk layanan keseharian pengguna, karena kami ingin menghadirkan inovasi yang baru bagi mereka," ujarnya.
Ekspansi ke bisnis asuransi juga merupakan bagian dari strategi global Grab Financial Group. Yang mana, perusahaan bakal berfokus mengembangkan tiga layanan, termasuk asuransi. Selain itu, ada juga layanan pembayaran melalui GrabPay (OVO di Indonesia) dan kredit produktif bagi mitra.
Pada awal 2019, Grab menggandeng ZhongAn Technologies International Group Limited untuk membentuk joint venture berupa marketplace asuransi digital di Asia Tenggara. Dengan begitu, konsumen akan bisa membeli produk asuransi dari aplikasi Grab.
Sedangkan, asuransi kecelakaan kini telah tersedia untuk pengemudi dan pengguna GrabRide dan GrabCar. Di mana, perusahaan asuransi akan mengganti polis asuransi hingga Rp 130 juta untuk penumpang dan pengemudi GrabCar, hingga Rp 25 juta untuk pengemudi GrabBike, dan maksimal Rp 50 juta untuk penumpang GrabBike.
Cuan dari Jasa Keuangan
Kedua perusahaan pengembang aplikasi super kini memang bertarung pada lini keuangan. Head of Financial Services Grab Ankur Mehrotra menyebutkan, peluang pasar bisnis keuangan 20 kali lebih besar dibanding layanan berbagi tumpangan (ride-hailing). Sebab, ada sekitar 438 juta orang yang tidak memiliki rekening bank di wilayah cakupan Grab di Asia Tenggara.
(Baca: Saling Salip Gojek dan Grab Berebut Pasar Keuangan di Asia Tenggara)
Karena itu, menurut dia, peluang pasar bagi penyedia layanan keuangan di regional cukup besar. Apalagi di Indonesia masih banyak penduduk yang belum memperoleh akses ke perbankan ataupun layanan finansial lainnya (Lihat Databoks di bawah).
Tercatat, hingga saat ini Grab telah memiliki lebih dari 168 juta pengunduh aplikasinya di Asia Tenggara. Perusahaan telah memiliki lebih dari 9 juta mitra pengemudi dan merchant di wilayah yang sama. Khusus di Indonesia, Grab memiliki sekitar 5 juta mitra.
Begitu juga Gojek optimistis telah berada di jalur yang tepat untuk mendapat profit dengan diversifikasi usaha yang dilakukan saat ini, termasuk dalam menyediakan jasa keuangan. Hal itu dinyatakan oleh Chief Executive Officer GoPay (CEO) GoPay Aldi Haryopratomo pada DealStreetAsia, Sabtu (18/1).
Khusus di bidang asuransi, keyakinan Gojek didukung oleh hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diterbitkan pada 2017. Di antaranya, Indeks Inklusi Keuangan Indonesia pada sektor asuransi hanya sebesar 12,1%.
(Baca: Babak Baru Pertarungan Gojek dan Grab di Tiga Layanan)
Artinya, hampir 90% masyarakat Indonesia belum terjangkau oleh produk asuransi. Padahal, proteksi terhadap suatu potensi kerugian perlu ditanamkan untuk melindungi masyarakat dari risiko terhadap dirinya, harta benda maupun kegiatan usaha.