Inovasi Pangan Lokal Berbasis Rumput Laut untuk Program MBG


Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah salah satu program prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemenuhan kebutuhan gizi anak-anak sejak usia dini. MBG dirancang untuk mengatasi persoalan stunting, kurang gizi, dan kelaparan tersembunyi (hidden hunger) yang masih tinggi di berbagai daerah.
Program MBG diharapkan membantu anak-anak agar mendapatkan makanan bergizi seimbang secara rutin –protein hewani, nabati, sayur, buah, dan karbohidrat—yang penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan otak. Selain itu, bagi masyarakat dan ekonomi lokal, program MBG ini mampu membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani, nelayan, dan pelaku UMKM yang menjadi penyedia makanan.
Pendekatan pelaksanaan MBG tidak hanya bantuan makanan, tetapi dirancang dengan pendekatan multisektor: pendidikan, kesehatan, pertanian, kelautan, dan ekonomi lokal. Jenis menu disesuaikan dengan kekayaan pangan lokal, seperti telur, ikan, daging, sayur, buah, dan bahan karbohidrat dari jagung, ubi, sagu, atau nasi serta melibatkan pemerintah daerah, sekolah, dan lembaga masyarakat sebagai pelaksana di lapangan.
Tantangan yang Masih Dihadapi
Sejak pertama kali diluncurkan pada 6 Januari 2025, penulis menginventarisasi sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menerapkan program ini. Antara lain:
- Distribusi bahan pangan sulit, khususnya di wilayah terpencil, kepulauan, dan pegunungan;
- Tantangan dalam rantai dingin (cold chain) untuk bahan pangan segar seperti ikan, daging, dan susu;
- Biaya program sangat besar (diperkirakan dan menuntut efisiensi tinggi);
- Ketergantungan pada pangan non-lokal karena bahan makanan masih harus didatangkan dari luar daerah. Selain itu, belum optimalnya pemberdayaan petani, nelayan, dan UMKM lokal untuk menjadi bagian dari rantai pasok makanan bergizi.
Rumput Laut sebagai Solusi
Rumput laut sudah sangat layak dimasukkan sebagai komponen utama dalam menu makanan program MBG. Saat ini, Indonesia merupakan produsen rumput laut tropis terbesar di dunia. Namun, pemanfaatannya untuk konsumsi lokal masih rendah. Ironisnya, di tengah krisis pangan lokal, rumput laut belum dimanfaatkan secara optimal untuk konsumsi bergizi domestik.
Mengapa rumput laut penting sebagai sumber pangan lokal?
Rumput laut merupakan istilah umum untuk tumbuhan dalam kelompok makroalga yang hidup menempel di dasar laut, batuan, atau hidup pada substrat lain di perairan payau dan laut. Organisme ini bukan tumbuhan sejati seperti tanaman darat karena tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Saat ini terdapat tujuh jenis rumput laut yang sudah berhasil dibudidayakan di Indonesia antara lain Kappaphycus alvarezii, Gracilaria sp., Eucheuma denticulatum, Ulva sp., dan Sargassum sp.
Hasil rekapitulasi yang kami lakukan pada 2025 telah berhasil menginventarisasi 1.005 jenis rumput laut Indonesia yang terdata di Algabase. Jumlah jenisnya akan terus bertambah. Hasil riset terbaru yang dilakukan oleh dua peneliti Korea (Ga Hun Boo dan Il Ki Hwan) telah menambahkan satu spesies baru di Indonesia yang diberi nama Gracilariopsis grevogerungii.
Kelebihan utama dari rumput laut adalah memiliki kandungan nutrisi yang sangat baik untuk pertumbuhan anak. Selain itu mengandung serat pangan larut air yang membantu pencernaan dan menurunkan kadar gula darah. Komoditas ini juga memiliki beragam mineral esensial, vitamin, dan antioksidan alami, seperti yodium dan zat besi sehingga diharapkan mampu mencegah stunting dan anemia.
Selain kandungan gizi, ada lima alasan lain rumput laut sangat tepat untuk mendukung program MBG. Pertama, rumput laut dapat dibudidayakan oleh kelompok nelayan, ibu rumah tangga, atau siswa sekolah di pesisir tanpa biaya besar. Kedua, pemanenan bisa dilakukan setiap 30-45 hari tanpa perlu dipupuk. Ketiga, dapat diolah jadi beragam menu sehat. Contoh: nasi rumput laut, sayur bening rumput laut, agar-agar sehat tanpa gula, kerupuk rumput laut.
Keempat, memiliki indeks glikemik rendah jauh dibanding kentang, nasi putih atau roti putih. Hal ini menyebabkan rumput laut cocok untuk penderita diabetes. Kelima, kaya akan serat sehingga dapat mencegah gangguan mencegah gangguan maag (gastritis). Selain itu, hasil riset yang dilakukan oleh Lu and Chen (2022) menunjukkan bahwa rumput laut dapat memberikan rasa kenyang lebih lama karena membantu memperlambat pengosongan lambung. Ini tentu berdampak positif kepada para siswa peserta program MBG yang cukup aktif bergerak di sekolah.
Strategi yang Diperlukan ke Depan
Pengembangan rumput laut untuk program MBG bukan hanya soal gizi, tetapi juga menyangkut kemandirian pangan berbasis komunitas. Wilayah pesisir yang selama ini tergantung pada logistik pangan dari daratan dapat mengembangkan lumbung laut lokal berbasis rumput laut, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru.
Integrasi rumput laut dalam program MBG dapat mengurangi beban APBN, sekaligus menumbuhkan ekonomi rakyat berbasis pangan sehat. Untuk mencapai hal tersebut, ada lima strategi yang diperlukan, yaitu:
- Penguatan HUL (Hulu–Hilir). Penguatan produksi dan ketersediaan melalui pemetaan sentra produksi rumput laut dan penguatan kelompok tani dan koperasi petani rumput laut.
- Inovasi Teknologi dan Inovasi Pangan. Formulasi produk makanan berbasis rumput laut untuk makanan sekolah, kolaborasi antara Badan Gizi Nasional (BGN), POM, dan akademi gizi atau perguruan tinggi agar keamanan pangan, nilai gizi, dan daya terima produk berbasis rumput laut melalui uji sensorik, dan analisis mutu.
- Edukasi dan Sosialisasi. Dapat dilakukan dengan melalui kampanye atau mengadakan hari khusus untuk mengonsumsi pangan berbasis rumput laut. BGN dapat melibatkan sekolah atau orang tua murid dalam menyosialisasikannya.
- Dukungan Regulasi dan Kebijakan. BGN dapat menjadikan rumput laut sebagai standar menu dalam MBG, sehingga dapat menginstruksikan sekolah dan dapur untuk menyerap rumput laut dari petani lokal.
- Kemitraan Multipihak. Mendorong UMKM lokal memproduksi olahan rumput laut (contoh: puding, bakso, sosis rumput laut) untuk pasokan ke dapur MBG. Sedangkan di tingkat pusat ada kemitraan lintas kementerian/ lembaga untuk mendorong penyediaan, regulasi, dan pendanaan program MBG berbasis rumput laut.
Penutup: Rekomendasi Utama
Ada dua rekomendasi utama yang perlu dilakukan, yaitu: (1) mendorong disusunnya pedoman kebijakan nasional dan daerah tentang “Penerapan Rumput Laut dalam Menu MBG”; (2) Menjadikan rumput laut sebagai ikon pangan sehat lokal di seluruh Indonesia khususnya di wilayah pesisir.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.