Damkar, ‘First Responders’, dan Wacana Kesejahteraan

Adif Rachmat Nugraha
Oleh Adif Rachmat Nugraha
27 Mei 2025, 06:05
Adif Rachmat Nugraha
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Popularitas Pemadam Kebakaran (Damkar) yang meningkat menunjukkan semakin tingginya pengakuan masyarakat atas kinerja punggawa Damkar. Satuan ini tak hanya berkutat pada urusan penanggulangan kebakaran, tetapi juga penyelamatan nonkebakaran. Ini sekaligus memperlihatkan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan keberadaan Damkar di. 

Data Kementerian Dalam Negeri (2025) memperlihatkan, sepanjang 2024, terdapat 20.247 operasi penyelamatan kebakaran dan 56.243 operasi penyelamatan nonkebakaran di seluruh Indonesia. Jumlah yang besar, dan senantiasa mensyaratkan kesiapsiagaan dari segi personel, sarana-prasarana, serta anggaran. 

Namun, pemenuhan kesejahteraan personel Damkar sering menjadi isu mengganjal. Ini karena berada di antara tarikan risiko kerja yang selalu mengintai dan ketersediaan anggaran Pemerintah Daerah. Tak terhitung sudah banyak kasus keterlambatan gaji maupun tambahan penghasilan personel Damkar di penjuru Indonesia. Padahal kerja penanggulangan kebakaran maupun penyelamatan tak pernah berhenti. 

Selain dimensi finansial, pemenuhan kesejahteraan nonfinansial bagi personel Damkar juga kerap menjadi catatan. Armada yang minim, peralatan di bawah standar, kesempatan pengembangan kompetensi yang terbatas, dan ketidakjelasan status kepegawaian maupun jenjang karir masih menghantui personel Damkar untuk bekerja optimal. 

Ganjalan kesejahteraan di atas tampaknya juga berkolerasi dengan bentuk kelembagaan Damkar di tingkat Pemerintah Daerah, yang rata-rata belum mandiri sebagai perangkat tersendiri. Sebagai gambaran, Kementerian Dalam Negeri (2022) mencatat, baru 128 Pemerintah Kota/ Kabupaten yang memiliki Dinas Pemadam Kebakaran mandiri. Sebanyak 254 pemda masih tergabung dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), bergabung dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di 73 daerah, dan yang belum melaporkan sebanyak 53 daerah.

Di tengah tuntutan response time 15 menit sejak menerima laporan hingga tiba di lokasi, muskil rasanya mencapai hal tersebut jika kondisi miris yang terjadi dibiarkan tanpa adanya pembenahan. 

Menyeluruh

Berkaca pada Amerika Serikat (AS), personel Damkar merupakan bagian kunci dari apa yang disebut sebagai first responders. Mereka merupakan pemberi respons pertama pada keadaan darurat. Mereka dituntut untuk siap menghadapi berbagai situasi berbeda, mulai dari kebakaran hingga kasus penembakan massal yang kian marak terjadi di sana. 

Contoh paling monumental ketika personel New York City Fire Department (FDNY) dengan cepat menjadi yang pertama hadir di World Trade Center (WTC) saat menjadi target serangan terorisme pada tanggal 9 September 2001. Kejadian itu merenggut nyawa 343 orang personel FDNY dan ratusan lainnya mengalami cedera, cacat permanen, hingga dampak kesehatan jangka panjang yang masih dirasakan para korban hingga saat ini.

Tragedi tersebut kemudian menjadi titik balik bagi para pemangku kepentingan pemadam kebakaran di AS untuk memberikan perhatian lebih terhadap kesejahteraan personel. Tak terkecuali kesehatan fisik maupun mental yang kerap diabaikan. 

Saat ini, banyak lembaga federal maupun nonprofit bahu-membahu menyediakan pelatihan dan pendampingan bagi personel serta eks-personel Damkar. Hal ini guna menjaga kompetensi prima bagi mereka yang masih aktif dan sehat-sejahtera bagi mereka yang sudah tak bertugas lagi. 

Strategi

Maka, strategi pemenuhan kesejahteraan para personel Damkar—termasuk di antaranya pula personel Satpol PP, BPBD, dan Satlinmas—perlu dilihat secara holistik. Tidak semata hanya pemenuhan kesejahteraan finansial yang bersifat mendasar, tetapi juga kesejahteraan nonfinansial maupun mental.

Berkenaan itu, Lembaga Administrasi Negara (2020) telah menyusun Kajian Model Kesejahteraan untuk ASN Bidang Kerja Risiko Tinggi. Ada dua model pemberian kompensasi pada dua. 

Pertama, kompensasi finansial di luar gaji pokok dalam bentuk pemberian tunjangan risiko, premi asuransi, dan incident-based payment. Kompensasi ini diberikan dengan mempertimbangkan tingkat risiko kerja. 

Kedua, kompensasi nonfinansial meliputi peningkatan sarana dan prasarana kerja, rotasi kerja berkala, pemberian kesempatan pengembangan kompetensi yang merata, dan pendampingan psikologis. 

Persoalan penting yang belum dieksplorasi adalah keberpihakan politik dan fiskal kepala daerah dalam menjaga kesinambungan kebijakan kesejahteraan tersebut. Keberpihakan ini wajib tergambar dalam Rencana Induk Sistem Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (RISPKP) yang berlaku selama 10 tahun. 

Dokumen dimaksud mencakup analisis risiko, rencana sistem pencegahan, rencana sistem pemadaman, dan rencana sistem keselamatan publik. Dalam penyusunannya patut melibatkan berbagai pemangku kepentingan—pengusaha, praktisi, akademisi, tokoh masyarakat, hingga relawan. 

Keberpihakan tersebut juga sepatutnya mencakup perhatian terhadap status kepegawaian personel Damkar yang mayoritas non-ASN. Relaksasi kebijakan bagi mereka untuk mengikuti seleksi ASN perlu dipertimbangkan. Tak bisa selamanya mereka bertugas tanpa kejelasan status kepegawaian—yang berimplikasi terhadap jaminan kesejahteraan yang didapat.

Selain itu, di tengah pengetatan anggaran pascakebijakan efisiensi belakangan ini, kreativitas kepala daerah dalam mencari sumber-sumber pembiayaan baru sangat diperlukan. Misalnya, lewat eksplorasi pemanfaatan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan/Corporate Social Responsibility dalam penyediaan sarana dan prasarana kerja Damkar. 

Di tengah pujian masyarakat terhadap kinerja Damkar, penting kiranya bahwa perhatian tersebut dikanalisasi menjadi strategi terpadu peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan personel Damkar. Mereka bukan semata menjadi panggung aktor-aktor politik daerah. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Adif Rachmat Nugraha
Adif Rachmat Nugraha
Policy Specialist, Nusantara Institute for Democratic Governance

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...