Mengurangi atau Menangani Sampah?

Ngurah Agung
Oleh Ngurah Agung
30 April 2025, 07:05
Ngurah Agung
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemilahan sampah di tingkat rumah tangga masih menjadi tantangan di Indonesia. Sebagian besar masyarakat cenderung mencampur sampah organik dan anorganik. Sampah kemudian berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa pengolahan lebih lanjut. 

Meskipun edukasi tentang pentingnya memilah sampah telah gencar dilakukan, sampah yang masuk ke TPA masih cukup banyak. Apakah ini semata akibat tingginya timbulan sampah Indonesia yang menempati posisi ke-5 sebagai penghasil sampah terbanyak di dunia?

Di dalam target pemerintah, pemilahan sampah termasuk sebagai upaya penanganan sampah. Begitu juga dengan upaya pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Berbeda dengan pengurangan sampah yang mencakup pembatasan, penggunaan kembali, dan daur ulang. Analisis dari target keduanya masih menunjukkan kesenjangan dalam implementasi aktualnya. 

Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional mencatat, selama 2019-2024, pengurangan maupun penanganan belum mencapai target pemerintah. Rata-rata selama periode itu, persentase pengurangan sampah baru mencapai 13,3% dari target 30%, sedangkan untuk penanganan baru mencapai 46,6% dari target 70%.

Capaian tersebut mengesampingkan faktor ketepatan pelaporan data sampah dari tingkat kabupaten/kota. Dalam periode yang sama, jumlah kabupaten/kota yang melapor berbeda-beda. Jumlah pelapor paling sedikit yaitu sebanyak 157 kabupaten/kota pada 2024, sedangkan terbanyak pada 2023 dengan jumlah 389 kabupaten/kota. 

Hal tersebut menyebabkan tren tahunan dari capaian pengurangan dan penanganan menjadi tidak akurat. Meskipun demikian, data ini menyampaikan upaya pengurangan sampah mengalami tren penurunan, sedangkan upaya penanganan sampah memiliki tren yang meningkat.

Ketersediaan informasi dapat diklarifikasi lebih lanjut melalui sistem pencatatan lainnya, yaitu Sistem Informasi Manajemen Bank Sampah (SIMBA). Bank sampah diketahui sebagai salah satu sarana dalam upaya penanganan sampah di tingkat RT atau RW. 

Di balik tren meningkatnya penanganan sampah, ternyata laju pertumbuhan jumlah bank sampah menurun sekitar 60% pada 2023 dibanding tahun sebelumnya. Pada 2024, trennya kembali menurun sekitar 33%. 

Harapan sempat disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup (LH) yang baru. Pasca-dilantik, dia melakukan langkah-langkah evaluatif dalam pengelolaan sampah, seperti penanganan TPA. Bisa diasumsikan bahwa langkah evaluatif pengelolaan sampah dan penanganan TPA belum optimal pada periode awal ini. 

Melihat kembali ke tujuh tahun terakhir, tidak sampai 7% sampah yang masuk ke TPA telah dikelola lebih lanjut (organik & anorganik terolah dan recovery pemulung). Sisanya tetap menumpuk di TPA.

Namun, memperbaiki sistem di hilir seperti TPA saja tidak cukup. Pengurangan sampah, meskipun proporsi targetnya lebih kecil, memberikan dampak yang cukup signifikan untuk membantu mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Setiap tahun rata-rata sampah yang masuk TPA mencapai lebih dari 10 juta ton. 

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup menutup 306 TPA hingga 2026 mungkin jadi solusi permasalahan TPA. Namun, sebenarnya harus dibarengi juga dengan upaya perbaikan di hulu. Jika tidak diimbangi dengan upaya pengurangan sampah, tutupnya TPA justru malah berpotensi menimbulkan masalah baru.

Kita bisa melihat upaya yang cukup baik dalam penanganan sampah di beberapa kota di Indonesia melalui sistem pemilahan sampah yang lebih ketat. Di Surabaya misalnya, salah satu bank sampah induk binaan PLN berjalan cukup baik. Masyarakat, di sana dapat menukar sampah anorganik dengan uang atau poin yang bisa digunakan untuk membayar tagihan listrik. 

Di Jakarta, Kebijakan dan Strategi Daerah mewajibkan setiap kelurahan memiliki sistem pengelolaan sampah yang lebih terorganisasi. Kebijakan persampahan berbasis masyarakat telah tertuang pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2021 tentang Bank Sampah serta Pergub Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Lingkup Rukun Warga (RW) yang menjamin pelayanan pengolahan sampah pada tingkat komunitas.

Di konteks wilayah Jakarta Utara dan Timur, Wahana Visi Indonesia (WVI) bersama Divers Clean Action (DCA) turut mendorong upaya penanganan sampah melalui sebuah program dengan pendekatan ekonomi. Salah satu tujuan utama program tersebut adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pengelolaan sampah, mulai dari pemilahan hingga menabung di bank sampah. 

Dengan pengelolaan yang baik, rata-rata penghasilan bank sampah dapat mencapai 10 juta rupiah tiap tahun dengan jumlah sampah yang dikelola sebanyak 8.401kg. Namun disayangkan tidak semua bank sampah yang ada saat ini di seluruh Indonesia memiliki pengelolaan yang baik, dari sisi ekonomi dan teknis pengumpulan sampahnya.

Tantangan besar lainnya yang dapat kita lihat dalam mendorong upaya pengurangan dan penanganan sampah adalah perubahan perilaku dan pola pikir semua pihak. The Psychology of Environmental Problems membahas bagaimana perubahan perilaku terkait isu lingkungan tidak bisa hanya mengandalkan edukasi saja, tetapi harus melibatkan kombinasi faktor sosial, ekonomi, dan regulasi. 

Langkah yang cukup baik dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di periode fiskal 2024 dengan melaksanakan Basic Business & Empowerment Skill Training (BBEST). Pelatihan yang ditujukan untuk menata ulang bisnis sosial bank sampah.

Contoh praktik baik lainnya dari dalam negeri dapat dilihat di Kabupaten Banyumas. Banyumas berhasil menerapkan zero waste to landfill terbaik di ASEAN. Bupati Banyumas periode sebelumnya menyampaikan, keberhasilan tersebut salah satunya karena pengelolaan sampahnya dilakukan dari hulu ke hilir, dengan mengajak masyarakat untuk ikut serta memilah sampah dan menjualnya kepada Pemkab Banyumas dengan menggunakan aplikasi digital. 

Lain lagi praktik di beberapa desa di Kabupaten Pasuruan, masyarakatnya berhasil mengelola sampahnya secara mandiri dengan mengubahnya menjadi kompos dan refused derived fuel (RDF) sebagai bahan bakar pengganti batubara.

Secara umum, membentuk kebiasaan dan mengubah pola pikir pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui: Pertama, edukasi yang lebih masif harus dilakukan sejak dini. Program edukasi lingkungan harus menjadi bagian dari proses pembelajaran sekolah agar anak-anak terbiasa memilah sampah sejak kecil. 

Kedua, sistem insentif perlu diperkuat. Program bank sampah harus diperluas dengan berbagai model keuntungan bagi masyarakat, misalnya potongan pajak atau insentif dalam bentuk barang kebutuhan sehari-hari. Ketiga, regulasi harus lebih tegas. Jika perlu, pemerintah daerah bisa menerapkan sistem denda bagi rumah tangga atau korporasi/industri yang tidak memilah sampah.

Selain itu, pemanfaatan teknologi juga bisa menjadi solusi. Aplikasi yang menghubungkan rumah tangga dengan bank sampah atau pengelola daur ulang bisa membantu meningkatkan keterlibatan masyarakat. Program WVI dan DCA bersama dengan Bank Sampah mendorong diversifikasi produk jasa selain tabungan sampah, seperti BNI Agen 46 dan Toko Curah. Bank sampah yang memiliki semangat tinggi juga dapat memperoleh dana CSR untuk mengembangkan aktivitasnya.

Bank sampah juga diintegrasikan dengan Akses Pinjaman Ultra-Mikro berbasis Masyarakat yang disebut ASKA. Inisiatif ini dilakukan untuk menindaklanjuti maraknya pinjaman online (pinjol) yang meresahkan masyarakat menengah ke bawah. 

Berdasarkan data hingga Desember 2024, jumlah pinjaman yang tersalurkan melalui 24 ASKA kurang lebih mencapai 700 juta rupiah. Pinjaman ini banyak menolong masyarakat untuk membuat usaha produktif yang membantu perekonomian keluarga.

Pendekatan kesehatan dan keberlanjutan lingkungan tidak cukup menjadi motif pendukung pengelolaan sampah yang lebih baik. Alternatifnya, dapat dilakukan dengan memberikan insentif ekonomi untuk memberikan nilai tambah terhadap sampah yang kita hasilkan. 

Mewujudkan zero waste to landfill bukan hal yang tidak mungkin jika pendekatan yang dilakukan tidak hanya dari satu perspektif dan tentunya partisipasi semua pihak memegang peranan yang tidak kalah penting.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Ngurah Agung
Ngurah Agung
Climate Change and Adaptation Specialist Wahana Visi Indonesia

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...