Peran Manusia di Era Otomatisasi Proses Bisnis

Wijantini
Oleh Wijantini
25 April 2025, 07:05
Wijantini
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Otomatisasi memang membantu perusahaan meningkatkan efisiensi dan akurasi. Tak terkecuali dalam industri Business Process Outsourcing (BPO), di mana ekspektasi untuk mentransformasi operasional melalui teknologi menjadi tinggi. Namun, menilik lanskap BPO di Indonesia yang unik dan dinamis, muncul pertanyaan krusial: dapatkah seluruh proses bisnis yang dialihdayakan bisa diotomatisasi penuh? 

Euforia otomatisasi ini seringkali mengabaikan kompleksitas yang ada dalam banyak proses bisnis yang dialihdayakan, terutama di konteks Indonesia. Ada 5 (lima) hal utama yang perlu diperhatikan.

Pertama, variabilitas dan ketidakpastian regulasi. Lanskap hukum dan peraturan di Indonesia, khususnya terkait perpajakan, ketenagakerjaan, dan perizinan, dikenal dinamis dan terkadang ambigu. Proses bisnis yang sangat bergantung pada interpretasi dan kepatuhan terhadap regulasi semacam ini sulit untuk sepenuhnya diotomatisasi tanpa risiko pelanggaran atau inefisiensi akibat sistem yang kaku.

Kedua, keterbatasan infrastruktur dan konektivitas. Meskipun penetrasi internet di Indonesia terus meningkat, terutama di wilayah perkotaan, kesenjangan digital masih menjadi tantangan nyata. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada akhir 2024 mencatat bahwa penetrasi internet secara nasional baru mencapai sekitar 73,7%, dengan perbedaan signifikan antara wilayah barat dan timur. 

Bagi perusahaan BPO yang melayani klien dengan operasional di berbagai pelosok negeri, mengandalkan solusi otomatisasi yang sepenuhnya berbasis cloud atau koneksi internet stabil bisa menjadi masalah tersendiri. Proses bisnis yang melibatkan interaksi fisik, verifikasi dokumen manual, atau kebutuhan untuk beroperasi di area dengan infrastruktur terbatas tidak dapat menjadi tantangan tersendiri.

Ketiga, pentingnya layanan manusia dalam interaksi pelanggan. Dalam banyak layanan BPO, terutama yang berhadapan langsung dengan konsumen (seperti call center atau layanan pelanggan), elemen empati, pemahaman konteks emosional, dan kemampuan memecahkan masalah yang fleksibel menjadi penting. 

Laporan dari Contact Center World pada kuartal IV-2024 menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan yang berinteraksi dengan manusia cenderung 15% lebih tinggi dibandingkan dengan interaksi melalui sistem otomatisasi murni, terutama untuk isu-isu yang kompleks atau melibatkan keluhan.

Di Indonesia, dengan keragaman budaya dan bahasa yang kaya, nuansa komunikasi menjadi semakin penting. Sebuah studi yang dilakukan oleh perusahaan riset pasar MarkPlus pada awal 2025 menemukan bahwa preferensi konsumen Indonesia terhadap interaksi manusia dalam layanan pelanggan masih sangat kuat, terutama untuk transaksi atau penyelesaian masalah yang signifikan. 

Otomatisasi chatbot atau sistem IVR (Interactive Voice Response) memang dapat menangani pertanyaan-pertanyaan umum. Namun, ketika dihadapkan pada situasi yang unik atau membutuhkan pemahaman mendalam terhadap konteks lokal, keterbatasan teknologi menjadi sangat jelas.

Keempat, kebutuhan akan keahlian dan pengetahuan spesifik yang sulit dikodifikasi. Beberapa proses bisnis BPO memerlukan keahlian dan pengetahuan industri yang mendalam, yang seringkali berdasarkan pengalaman bertahun-tahun. 

Contohnya adalah analisis risiko keuangan yang kompleks, interpretasi data pasar, atau pengambilan keputusan strategis dalam rantai pasok. Meskipun kecerdasan buatan terus berkembang, kemampuannya untuk mereplikasi intuisi dan penilaian ahli manusia dalam konteks yang ambigu masih belum sempurna.

Survei terhadap para profesional BPO di Indonesia yang dilakukan oleh Korn Ferry pada akhir 2024 menunjukkan bahwa permintaan untuk talenta dengan keahlian spesifik di bidang keuangan, teknologi informasi, dan sumber daya manusia justru meningkat seiring dengan adopsi teknologi. Hal ini mengindikasikan bahwa otomatisasi tidak serta-merta menghilangkan kebutuhan akan tenaga ahli, melainkan justru mengubah peran mereka menjadi lebih strategis dan berfokus pada tugas-tugas yang tidak dapat diotomatisasi.

Kelima, resistensi terhadap perubahan dan tantangan implementasi. Proses transisi dari operasional manual ke sistem yang terotomatisasi seringkali menghadapi resistensi dari internal organisasi maupun klien. Kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan, kurangnya pemahaman terhadap teknologi baru, dan tantangan integrasi sistem yang berbeda menjadi hambatan signifikan. 

Data dari McKinsey & Company pada awal 2025 menunjukkan bahwa lebih dari 70% inisiatif transformasi digital di berbagai industri mengalami kegagalan atau tidak mencapai hasil yang diharapkan. Sebagian besar disebabkan oleh kurangnya perencanaan yang matang, komunikasi yang efektif, dan manajemen perubahan yang komprehensif.

Dalam konteks BPO di Indonesia, tantangan implementasi ini diperparah oleh keragaman ukuran dan tingkat kematangan teknologi klien. Perusahaan BPO harus mampu beradaptasi dengan berbagai sistem dan infrastruktur yang berbeda, yang membuat implementasi solusi otomatisasi yang one-size-fits-all menjadi tidak mungkin. Dibutuhkan pendekatan yang fleksibel, terukur, dan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik masing-masing klien.

Augmentasi, Bukan Substitusi Total

Melihat berbagai kendala dan kompleksitas yang ada, narasi tentang otomatisasi total dalam BPO di Indonesia terasa kurang realistis. Alih-alih menggantikan seluruh peran manusia, fokus yang lebih tepat adalah pada augmentasi yaitu justru bagaimana teknologi dapat memberdayakan dan meningkatkan kemampuan tenaga kerja manusia. 

Otomatisasi dapat mengambil alih tugas-tugas berulang, membebaskan staf BPO untuk fokus pada pekerjaan yang membutuhkan analisis, kreativitas, dan interaksi interpersonal. Kecerdasan buatan dapat menyediakan insight dan membantu dalam pengambilan keputusan, namun interpretasi dan validasi akhir tetap memerlukan pemikiran manusia.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Deloitte pada akhir 2024 menyoroti tren baru, di mana organisasi secara strategis mengidentifikasi proses bisnis yang paling tepat untuk diotomatisasi, sambil tetap mempertahankan dan mengembangkan peran manusia untuk tugas-tugas yang lebih kompleks dan bernilai tambah. Pendekatan ini mengakui bahwa sinergi antara manusia dan mesin adalah kunci untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang optimal.

Di Indonesia, perusahaan BPO yang sukses di masa depan adalah mereka yang mampu menemukan keseimbangan yang tepat antara otomatisasi dan keahlian manusia. Mereka harus berinvestasi tidak hanya pada teknologi, tetapi juga pada pengembangan talenta yang mampu beradaptasi dengan perubahan, menguasai teknologi baru, dan memberikan nilai tambah yang tidak dapat direplikasi oleh mesin.

Kesimpulan 

Otomatisasi memang merupakan kekuatan transformatif yang tidak dapat diabaikan dalam industri BPO di Indonesia. Namun, kompleksitas regulasi, keterbatasan infrastruktur, pentingnya sentuhan manusia, kebutuhan akan keahlian spesifik, dan tantangan implementasi adalah faktor-faktor krusial yang menunjukkan bahwa BPO di Indonesia membutuhkan pendekatan yang lebih kolaboratif.

Masa depan BPO di Indonesia bukanlah tentang menggantikan manusia dengan mesin secara total, melainkan tentang menciptakan kolaborasi cerdas antara keduanya. Perusahaan BPO yang mampu memanfaatkan teknologi untuk mengotomatisasi tugas-tugas rutin sambil memberdayakan tenaga kerjanya untuk fokus pada pekerjaan yang lebih strategis dan berorientasi pada pelanggan akan menjadi pemimpin di era digital ini. 

Data dan tren terkini dengan jelas mengindikasikan bahwa sentuhan manusia, dengan segala fleksibilitas, empati, dan kemampuan adaptasinya, akan tetap menjadi aset tak ternilai dalam industri BPO Indonesia. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Wijantini
Wijantini

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...