Warga Miskin Jakarta Naik 15,8 Ribu Orang, Dipicu Pekerja Informal dan Inflasi


Jumlah penduduk miskin di Jakarta meningkat pada Maret 2025. Hal ini dipicu oleh naiknya jumlah pekerja informal serta lonjakan inflasi yang menekan daya beli masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat jumlah penduduk miskin di Jakarta pada Maret 2025 mencapai 464,87 ribu orang. Jumlah ini naik 15,8 ribu orang dibandingkan September 2024 yang mencapai 449,07 ribu orang.
"Jumlah penduduk miskin sebesar 464,87 ribu orang, naik 15,8 ribu orang untuk posisi di Maret 2025 terhadap September 2024 yang sebesar 449,07 ribu orang," kata Kepala BPS DKI Jakarta Nurul Hasanudin dalam Rilis Berita Resmi Statistik DKI Jakarta Juli 2025 di Jakarta, Jumat (25/7).
Adapun angka kemiskinan di Jakarta pada Maret 2025 sebesar 4,28%, naik sebesar 0,14% dibandingkan September 2024 yang sebesar 4,14%.
Jika dibandingkan pada Maret 2024, angka kemiskinan pada Maret 2025 turun 0,02% yakni dari 4,3% menjadi 4,28%.
Meskipun begitu, angka kemiskinan di DKI Jakarta berada di urutan ketiga terendah secara nasional setelah Bali dan Kalimantan Selatan.
Sementara itu, angka kemiskinan secara nasional tercatat sebesar 8,47%, dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 23,85 juta orang.
"Untuk angka kemiskinan perkotaan, dari 39 provinsi di Indonesia, sebanyak 21 provinsi mengalami peningkatan tingkat kemiskinan dan kenaikan (kemiskinan) Jakarta 0,14%," katanya.
Jumlah Pekerja Informal Meningkat
BPS Jakarta juga mencatat sejumlah faktor yang mempengaruhi angka kemiskinan Jakarta. Salah satunya jumlah pekerja informal yang meningkat pada Februari 2025.
Persentase pekerja informal naik 1,89% poin menjadi 37,95% pada Februari 2025 dari Februari 2024 (36,06%). Sedangkan, persentase penduduk bekerja pada kegiatan formal mengalami penurunan 1,89% poin pada periode yang sama.
Selain itu, inflasi yang terjadi sejak Oktober hingga Desember 2024 menunjukkan tren yang meningkat juga menjadi faktor yang berpengaruh. Pada Maret 2025, Inflasi Jakarta (2,00%) lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional (1,65%).
Masuknya bulan ramadan menyebabkan lonjakan harga pangan, memicu inflasi 2,00% pada Maret 2025 (secara bulanan/m-to-m) dan menurunkan daya beli kelompok rentan, sehingga menyebabkan turunnya rata-rata pengeluaran konsumsi kelompok miskin.