Pemerintah Diminta Percepat Belanja Negara untuk Genjot Pertumbuhan Ekonomi

Ferrika Lukmana Sari
17 Juli 2025, 06:05
ekonomi
Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti)
Research Director Prasasti Gundy Cahyadi
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah perlu mempercepat realisasi belanja negara guna menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional yang masih bergerak moderat di tengah ketidakpastian global. Belanja negara menjadi salah satu instrumen utama untuk menopang pertumbuhan saat konsumsi dan investasi swasta cenderung melemah.

“Setelah mencatat pertumbuhan PDB sebesar 4,87% year on year pada kuartal I 2025, kami melihat laju pertumbuhan ekonomi masih belum membaik di kuartal II," kata Research Director Prasasti Center for Policy Studies Gundy Cahyadi pada Selasa (15/7). 

Menurut Gundy, konsumsi rumah tangga sebagai motor utama pertumbuhan masih lemah, sementara sektor swasta cenderung wait and see terhadap arah kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, perlu kebijakan fiskal yang lebih agresif dalam waktu dekat.

Data menunjukkan, hingga akhir Juni 2025, realisasi belanja negara baru mencapai 38,9% dari pagu APBN. Capaian ini lebih rendah dibandingkan 42,0% pada periode yang sama tahun lalu dan juga di bawah rata-rata 41,2% selama 2021 hingga 2024.

“Lambatnya serapan anggaran tahun ini sebagian besar disebabkan oleh penerimaan negara yang juga lebih rendah, terutama di awal tahun, sebagai dampak perlambatan ekonomi global dan implementasi sistem perpajakan baru,” kata Gundy.

Hingga Juni 2025, penerimaan negara tercatat 40,3% dari target, jauh di bawah rata-rata lima tahun terakhir yang mencapai 52,4%. Kondisi ini memperkuat urgensi mempercepat eksekusi belanja atau melakukan front-loading di paruh kedua 2025.

Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi alat counter-cyclical untuk mendorong permintaan domestik dan menggairahkan kembali sektor swasta.

“Dengan konsumsi dan investasi swasta yang masih wait and see, sinyal konkret dari pemerintah melalui belanja negara sangat dibutuhkan untuk menggerakkan perekonomian,” kata Gundy.

Prasasti mengingatkan, percepatan belanja negara tentu berdampak pada potensi pelebaran defisit fiskal. Jika belanja dipacu saat penerimaan belum pulih penuh, defisit APBN 2025 bisa melebar di atas target 2,78% terhadap PDB, bahkan mendekati atau melampaui batas 3% yang selama ini menjadi acuan kehati-hatian fiskal.

“Namun pelebaran defisit seharusnya tidak langsung dianggap negatif, selama belanja diarahkan ke program-program produktif seperti hilirisasi industri, ketahanan pangan, transformasi UMKM, dan perlindungan sosial yang tepat sasaran,” ujarnya.

Gundy menilai, stabilitas makroekonomi Indonesia masih cukup kuat untuk menopang langkah tersebut. Rasio utang terhadap PDB tercatat di bawah 40%, lebih rendah dibandingkan banyak negara berkembang. Sentimen pasar terhadap Indonesia juga tetap positif.

Sepanjang Januari hingga Juni 2025, total dana asing yang masuk ke pasar obligasi pemerintah mencapai Rp 42 triliun. Tiga lembaga pemeringkat utama juga tetap mempertahankan peringkat layak investasi bagi Indonesia.

Perlu Dorong Penerimaan Negara

Meski begitu, upaya memperkuat penerimaan negara harus terus dilanjutkan, baik melalui intensifikasi perpajakan, perbaikan kepatuhan, maupun evaluasi efektivitas insentif fiskal.

“Komunikasi fiskal yang transparan, termasuk terkait strategi pengelolaan utang dan arah belanja, sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan pasar,” kata Gundy.

Menurut Prasasti, kehati-hatian fiskal tetap dibutuhkan. Namun, keberanian untuk mempercepat belanja yang produktif akan menjadi faktor penentu arah pemulihan ekonomi ke depan.

“Front-loading belanja bukan hanya respons jangka pendek, tetapi langkah strategis untuk memperkuat fondasi ekonomi dan penerimaan fiskal di masa depan,” kata Gundy.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...