Bank Dunia Sebut Alasan Kelas Menengah Susut: Minim Pekerjaan Berkualitas


Bank Dunia mengatakan tantangan dasar isu ketenagakerjaan nasional adalah penciptaan lapangan kerja berkualitas. Minimnya pekerjaan tersebut menjadi pendorong utama susutnya populasi kelas menengah di Indonesia.
Lead Economist World Bank Indonesia dan Timor-Leste Habib Rab memaparkan minimnya lapangan kerja berkualitas membuat pengeluaran kelas menengah kini lebih rendah dari masyarakat miskin dan kaya. Hal tersebut tercermin dari konsumsi masyarakat miskin yang tumbuh hingga 3% pada 2019-2024, sedangkan kelas menengah hanya naik 1,3%.
"Artinya, pendapatan orang miskin selama 5 tahun terakhir naik lebih cepat daripada kelas menengah. Selain itu, konsumsi masyarakat dalam kelompok 10% pendapatan tertinggi tumbuh lebih tinggi," kata Habib dalam acara Indonesia Economic Prospect di Jakarta, Senin (23/6).
Ia mengakui tingkat partisipasi kerja nasional tinggi atau mendekati 70%. Selain itu, tingkat pengangguran kini berada di bawah 5%. Akan tetapi, populasi kelas menengah merupakan sinyal pertumbuhan ekonomi paling dasar pada sebuah negara.
Karena itu, Habib mendorong pemerintah agar mengarahkan investasi asing langsung masuk ke sektor manufaktur dengan produk nilai tinggi. "Pemerintah harus memperluas sektor yang memproduksi barang hasil manufaktur bernilai tinggi," ujarnya.
Proporsi kelas menengah di Indonesia berada di titik terendah sejak 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, penduduk kelas menengah turun dari 57,3 juta orang pada 2019 menjadi 47,9 juta orang pada 2024.
Padahal, pemerintah menargetkan jumlah kelas menengah mencapai 70% dari populasi domestik pada 2045. Target ini untuk mendukung visi Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita mencapai US$ 30.300.