Ekonom Senior Menilai Arus Keluar Dana Repatriasi Belum Pasti Terjadi
Masa tahan (holding period) dana repatriasi dari program pengampunan pajak (tax amnesty) berakhir pada 2019-2020 mendatang. Hal ini memunculkan kekhawatirkan arus keluar dana tersebut ke luar negeri sehingga memberi tekanan kepada likuiditas perbankan dan nilai tukar rupiah. Namun, Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan menilai risiko arus keluar tersebut masih perlu dipelajari.
Menurut dia, arus keluar bisa saja tidak terjadi bila ternyata wajib pajak pemilik dana repatriasi mengalirkan dana tersebut untuk mendanai atau memodali bisnisnya. Maka itu, harus dipelajari dulu ke mana dana tersebut mengalir. "Kalau (mendanai bisnis sendiri) seperti itu, tidak perlu takut untuk hal itu (arus keluar)," kata Anton dalam paparan Outlook Ekonomi 2019 di Plaza Mandiri, Rabu (12/12).
(Baca juga: Likuiditas Bank Mengetat Seiring Berakhirnya Masa Repatriasi Rp 138 T)
Lebih jauh, ia menilai saat ini telah banyak instrumen-instrumen investasi baru yang bermunculan di pasar. Ini artinya, lebih banyak alternatif penempatan dana di dalam negeri. "Yang kita khawatirkan, dia yang tadinya dapat dalam bentuk deposito perbankan, sementara instrumen lain yang menarik belum ada," kata dia.
Hanya saja, yang perlu diperhatikan yaitu daya tarik instrumen tersebut bagi para pemilik dana repatriasi. Bila imbal hasil yang ditawarkan instrumen di dalam negeri lebih menarik dibandingkan di luar negeri, maka semestinya bisa menahan dana repatriasi keluar.
(Baca juga: Perang Bunga Deposito, Ada Bank Kecil Tawarkan Special Rate Lebih 10%)
Beberapa waktu lalu, Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana mengatakan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pernah menyampaikan tengah menyiapkan instrumen penempatan alternatif agar bisa memertahankan dana repatriasi di dalam negeri. Instrumen penempatan yang dimaksud akan disertai dengan insentif.
Adapun pemerintah menyelenggarakan program tax amnesty pada pertengahan 2016 dan berlangsung selama sembilan bulan hingga Maret 2017. Dalam program tersebut, pemerintah menawarkan pengampunan pajak dengan membayar uang tebusan.
Pemerintah menawarkan tarif tebusan yang lebih rendah bagi wajib pajak yang mau melakukan repatriasi atau pemulangan hartanya dari luar negeri. Dengan catatan, dana tersebut wajib diinvestasikan di dalam negeri selama tiga tahun. Ini artinya, masa tahan berakhir mulai semester II 2019.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total komitmen dana repatriasi mencapai Rp 147 triliun dari 3.000 peserta pengampunan pajak. Namun, merujuk kepada data dari bank penerima tercatat realisasinya di bawah nilai itu, sebesar Rp 138 triliun.