Naik 3 Kali Lipat, Pembiayaan Utang di Perpres APBN Tembus Rp 1.000 T
Pembiayaan utang membengkak hampir tiga kali lipat dari Rp 351,85 triliun menjadi Rp 1.006,4 triliun pada tahun ini. Hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi), Minggu (5/4).
Rinciannya, pembiayaan utang itu terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Neto Rp 549,55 triliun, pinjaman neto Rp 6,95 triliun, dan pandemic bond yang ditarget Rp 449,8 triliun.
Pembiayaan dari penerbitan SBN tersebut meningkat dari target awal Rp 389,32 triliun. Begitu juga dengan pinjaman neto, yang awalnya ditetapkan minus Rp 37,46 triliun.
Pinjaman neto itu terdiri dari pinjaman dalam negeri neto Rp 1,29 triliun dan luar negeri neto Rp 5,66 triliun. Perubahan ini terjadi dalam rangka menangani dampak pandemi corona terhadap perekonomian.
(Baca: Jokowi Teken Perpres Perubahan Postur APBN 2020 untuk Atasi Corona)
Lebih rinci lagi, pinjaman dalam negeri neto terdiri dari penarikan pinjaman bruto Rp 2,97 triliun. Namun, pemerintah menargetkan membayar cicilan pokok pinjaman dalam negeri Rp 1,67 triliun tahun ini.
Lalu, pinjaman luar negeri neto terdiri dari penarikan pinjaman bruto Rp 111,52 triliun. Bentuknya berupa pinjaman tunai Rp 81,98 triliun dan kegiatan Rp 29,54 triliun.
Pinjaman kegiatan ditargetkan terdiri dari pinjaman kegiatan pemerintah pusat Rp 24,84 triliun, kementerian negara atau lembaga Rp 22,18 triliun, diterushibahkan Rp 2,66 triliun, serta kepada Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) atau Pemerintah Daerah (Pemda) Rp 4,69 triliun.
Sedangkan, pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri ditargetkan Rp 105,86 triliun pada tahun ini. (Baca: Perppu Pelonggaran Defisit untuk Corona akan Bebani APBN di Masa Depan)
Perpres Nomor 54 Tahun 2020 merupakan tindak lanjut dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Perppu ini memuat tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Dengan diterbitkannya Perpres tersebut, pemerintah mengubah perkiraan anggaran pendapatan negara menjadi Rp 1.760,8 triliun. Nilainya turun Rp 472,3 triliun dari sebelumnya Rp 2.540 triliun.
Sedangkan anggaran belanja negara meningkat Rp 73 triliun menjadi Rp 2.233,19 triliun. Alhasil, defisit anggaran ditetapkan Rp 852,93 triliun atau 5,07% dari PDB. Angka ini naik dari sebelumnya Rp 307,2 triliun atau 1,76% dari PDB.
Defisit keseimbangan primer juga meningkat, dari Rp 12 triliun menjadi Rp 517,7 triliun. (Baca: Dampak dan Risiko Defisit Anggaran hingga 5,07% untuk Atasi Corona)