Danantara Kantongi Pendanaan Rp 163 Triliun dari Asing Tanpa Jaminan


CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) Rosan Roeslani mengatakan Danantara mendapatkan pendanaan bank asing sebesar US$ 10 miliar atau Rp 163 triliun tanpa jaminan.
“(Tanpa jaminan) karena mereka melihat bahwa danantara ini mempunyai sistem yang benar dan rapi. Dari segi pembayarannya nanti juga sudah jelas,” kata Rosan saat ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (22/7).
Dia menyebut pembayaran ini akan berasal dari kumpulan dividen BUMN yang diterima Danantara setiap tahunnya.
“Tapi saya bilang, saya tidak mau pledging (menjanjikan) apa-apa, tidak mau ada pledging saham apalagi dividen. Saya tidak mau dan mereka setuju,” ujarnya
Rosan juga menyampaikan pinjaman tanpa jaminan ini merupakan wujud kepercayaan murni yang diberikan bank asing kepada Danantara. Dia meyakini semakin lama akan banyak pendanaan yang masuk.
Namun, dia mengatakan, Danantara akan tetap mengacu pada kriteria yang ditetapkan, bahwa setiap investasi harus ada keuntungannya.
“Karena itu juga tanggung jawab yang diberikan kepada kami agar investasi ini memberikan hasil baik dan menciptakan lapangan kerja yang berkualitas,” ucapnya.
Sebelumnya, utang jumbo ini bahkan disebut berpotensi menjadi fasilitas pembiayaan terbesar di Asia Tenggara. Mengutip pemberitaan Bloomberg, sumber yang mengetahui rencana tersebut mengungkapkan bahwa DBS Group Holdings Ltd., HSBC Holdings Plc, Natixis SA, dan Standard Chartered Plc ditunjuk sebagai koordinator untuk fasilitas pinjaman yang tengah disiapkan Danantara. Danantara juga disebut mengajukan permintaan proposal kepada sejumlah bank regional dan global sejak bulan lalu.
“Pinjaman yang diusulkan nilainya besar dan tenornya singkat, jadi bisa menimbulkan tekanan pembayaran yang cukup tinggi,” tulis Viacheslav Shilin dan Ting Meng, analis kredit Asia di Australia & New Zealand Banking Group, dalam sebuah laporan, dikutip Bloomberg, Jumat (11/7).
Lebih lanjut, laporan tersebut menyebut rencana pinjaman jumbo ini berpotensi meningkatkan ketergantungan Danantara pada dividen dari entitas quasi-sovereign untuk pembayaran utang. Aksi ini juga disebut berpotensi memicu kebutuhan refinancing berulang.
Kondisi ini dinilai dapat memengaruhi persepsi investor terhadap kredit entitas quasi-sovereign Indonesia. Adapun tenor pinjaman diperkirakan berkisar antara tiga hingga lima tahun.
Sementara itu, juru bicara dari DBS, HSBC, Natixis, dan Standard Chartered menolak memberikan komentar. Danantara juga belum merespons.