Antisipasi Potensi Krisis, LPS Perkuat Penanganan Bank Bermasalah
Ketidakpastian masih membayangi prospek ekonomi global. Perlambatan ekonomi Tiongkok, perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-Tiongkok, dan potensi Hard Brexit menimbulkan risiko bagi sektor jasa keuangan di Indonesia. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengantisipasi potensi krisis dengan memperkuat mekanisme penanganan bank gagal.
Kepala LPS Fauzi Ichsan mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok berpengaruh terhadap ekonomi global karena saat ini kemampuan Bank Sentral Tiongkok untuk menggelontorkan stimulus terbatas. Hal ini berbeda dengan kondisi krisis 2008 di mana Negeri Tirai Bambu itu masih mampu mencatat pertumbuhan ekonomi 9%.
Indikator Bank Sentral AS (The Fed) New York yang menunjukkan probabilitas terjadinya resesi dalam 12 bulan ke depan mencapai 32,9% pada Juni 2019. Angka ini melampaui batasan (threshold) 30% seperti yang terlihat sebelum setiap resesi sejak 1960.
Dampak perang dagang AS-Tiongkok juga belum bisa diukur seberapa besar. Sementara itu, jika negosiasi pemisahan Inggris dari Uni Eropa atau Brexit berjalan dengan alot, dampaknya bukan hanya dirasakan oleh zona euro.
(Baca: Mulai Esok, LPS Turunkan Suku Bunga Penjaminan Simpanan 0,25%)
Indonesia dinilai cukup berpengalaman menghadapi krisis karena sudah pernah mengalami krisis pada 1965, krisis 1997-1998, dan selamat dari krisis global 2008. "Kami menghadapi (risiko-risiko) ini dengan menambah kapasitas sumber daya manusia dan memperkenalkan peran aktif LPS dalam menjaga stabilitas sistem keuangan," kata Fauzi, di sela Seminar Internasional Facing Softening Global Economy, di Nusa Dua, Bali, Rabu (21/8).
Menurut Fauzi, kesiapan itu ditunjukkan dengan nilai aset LPS yang mencapai Rp 111,15 triliun per Juni 2019. Aset tersebut berasal dari investasi sebesar Rp 103,31 triliun. Posisi kas dan piutang LPS tercatat sebesar Rp 7,21 triliun. Adapun aset tetap LPS mencapai Rp 119,47 miliar dan aset lainnya Rp 508 miliar.
(Baca: Premi Restrukturisasi Perbankan Ditargetkan 2% dari PDB 2017)
Bertukar Informasi dengan Lembaga Penjaminan Global
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan, lewat seminar ini LPS bertukar informasi dengan lembaga penjamin simpanan lainnya di dunia mengenai resolusi bank dan penjaminan dana nasabah. "Ada perwakilan dari International Association of Deposit Insurance (IADI), lembaga penjamin simpanan dari Turki, Laos, Jepang, Korea, dan India," ujarnya.
LPS juga mengundang sejumlah pejabat senior dari Bank Sentral Portugal, Spanyol, dan pejabat senior dari European Single Resolution Board. Ada juga Toronto Center, lembaga khusus yang disiapkan pemerintah Kanada untuk menangani krisis.
Menurut Halim, Indonesia sejak 2016 telah memiliki Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPSK). "Kesiapannya dalam kondisi normal, seluruh aturan pelaksanaan yang diminta sudah selesai," kata Halim.
Namun, LPS juga menghadapi kendala dalam hal SDM yang mengetahui bagaimana menghadapi krisis keuangan. Pasalnya, para pelaku sejarah yang terlibat dalam penanganan krisis 1998 sudah masuk kategori senior. "Kendalanya menyiapkan SDM, untuk mitigasi kami juga lakukan latihan crisis preparedness," ujar Halim.
(Baca: Aturan Premi Dana Restrukturisasi Perbankan Segera Terbit)