Bank Asing Masuk Makin Ramai, Perbanas: Bank Nasional Harus Ubah Fokus
Sepanjang tahun ini banyak bank asing yang masuk ke industri perbankan Indonesia dengan mencaplok bank-bank nasional. Masuknya bank asing di satu sisi memperkuat permodalan bank nasional, namun di sisi lain menambah ketat persaingan dengan bank lokal.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa permodalan perbankan nasional ke depan penuh tantangan karena adanya penerapan standar akuntansi baru PSAK 71, di mana perbedaan utama di PSAK 71 adalah pada perhitungan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
"Memang tidak banyak pemodal yang mampu untuk mendanai permodalan bank dalam sekala besar," kata Kartika yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri (Persero), ketika ditemui di Jakarta, Jumat (18/10).
Karenanya, Tiko, sapaan akrabnya, mengakui perbankan Indonesia memang perlu mendapatkan dukungan dari pemodal luar negeri. Menurutnya, untuk mempertahankan eksistensi dan bisa melakukan penetrasi pasar dengan lebih efektif, maka perbankan dalam negeri perlu menggeser fokus bisnis ke arah ritel agar bisnisnya tidak bergesekan dengan bank asing.
(Baca: Bank China Construction Jual Saham Baru 65%, Sinar Mas Siap Beli)
Tiko menjelaskan, biasanya bank asing fokus di perkotaan dan menyalurkan pinjaman ke korporasi besar. Jika bank-bank lokal masih menggasak bisnis tersebut, Tiko menilai mereka harus berhadap dengan lawan yang memiliki pendanaan dari bank asing.
"Jadi, bank nasional harus transformasi juga, harus bisa masuk segmen menengah, kecil, bahkan ultramikro. Ini tantangan perbankan untuk 5 tahun ke depan harus masuk ke segmen itu," katanya.
Perbankan Jepang Meramaikan Industri Perbankan Tanah Air
Seperti diketahui, beberapa bank asing, khususnya bank yang berasal dari Asia, tengah melakukan ekspansi dengan mencaplok saham-saham bank Indonesia.
Pada 1 Februari 2019, Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Tbk resmi beroperasi sebagai bank baru hasil penggabungan (merger) dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI).
(Baca: 100 Bank Ditutup, LPS Bayar Klaim Simpanan Rp 1,5 Triliun Sejak 2005)
Merger tersebut dilakukan setelah BTPN dicaplok oleh bank asal Jepang yaitu Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC). Usai menyelesaikan transaksi pembelian saham milik publik (tender offer), saat ini SMBC memiliki 96,89% saham BTPN.
Lalu, kembali bank asal Jepang yakni Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) mengakuisisi dua bank sekaligus yaitu Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) dan Bank Nusantara Parahyangan Tbk (BBNP). MUFG pun menggabungkan kedua bank tersebut pada 1 Mei 2019, dengan kepemilikan saham di perusahaan baru sebanyak 94,1%.
Selain itu, kabar yang santer beredar tahun ini, Bank Permata Tbk (BNLI) diminati oleh beberapa bank asing, setelah pemegang sahamnya saat ini yaitu Standard Chartered Bank berniat melepas kepemilikan sebesar 44,56% di bank tersebut.
(Baca: Cemas Gagal Bayar Utang Korporasi, Investor Asing Jual Saham Bank BUMN)
Bank asing yang berminat untuk mencaplok bank Permata yaitu DBS Group Holding asal Singapura, Oversea-Chinese Banking Corp. (OCBC) asal Singapura, dan Sumitomo Mitsui Financial Group (SMBC) juga dikabarkan tertarik mengakuisisi.
Maraknya aksi korporasi dari bank di kawasan Asia ke dalam negeri, dikatakan oleh Tiko karena bank-bank tersebut memiliki biaya dana alias cost of fund yang murah. "Bahkan, cost of fund Jepang sekarang minus. Jadi, Jepang punya dana besar, mereka pasti cari growth baru makanya mereka aktif akusisi di sini," kata Tiko.