Wall Street Rontok, Efek Data Tenaga Kerja dan Kepanikan Tarif Baru Trump

Nur Hana Putri Nabila
4 Agustus 2025, 06:18
Ilustrasi - Para pialang memperhatikan layar monitor pergerakan saham di Bursa Efek New York, Wall Street, Amerika Serikat. REUTERS/Brendan McDermid/aa.
Antara
Ilustrasi - Para pialang memperhatikan layar monitor pergerakan saham di Bursa Efek New York, Wall Street, Amerika Serikat. REUTERS/Brendan McDermid/aa.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Indeks bursa Wall Street di Amerika Serikat (AS) anjlok pada perdagangan Jumat (2/8) dipicu oleh sinyal melambatnya ekonomi dan perubahan kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.

Dow Jones merosot 542,40 poin atau 1,23% ke 43.588,58, mencatat penurunan harian terburuk sejak 13 Juni 2025. S&P 500 jatuh 1,60% ke 6.238,01 dan Nasdaq terkoreksi 2,24% ke 20.650,13, masing-masing mencatat hari terburuk sejak Mei dan April.

Kemudian saham sektor perbankan ikut terpukul karena kekhawatiran atas melambatnya ekonomi yang dapat menahan pertumbuhan kredit. Saham JPMorgan Chase turun lebih dari 2%, sementara Bank of America dan Wells Fargo masing-masing melemah lebih dari 3%. Saham GE Aerospace dan Caterpillar juga ikut turun hampir 1% dan 2%.

Selain itu, data ketenagakerjaan Juli mencatat tambahan hanya 73.000 tenaga kerja non-pertanian, jauh di bawah proyeksi 100.000. Revisi tajam juga dilakukan pada data dua bulan sebelumnya yang mengindikasikan pasar tenaga kerja mulai goyah.

Pakar strategi valas dan suku bunga global di Macquarie Group, Thierry Wizman, menilai kekhawatiran melambatnya pertumbuhan ekonomi muncul di saat valuasi pasar sudah cukup tinggi.

"Ini mencerminkan kecemasan yang meningkat menjelang akhir musim panas," ujarnya, dikutip CNBC, Senin (4/8).

Lalu ia juga menilai anggota FOMC yang sebelumnya bersikap dovish terbukti benar dan memperkuat pandangan The Fed terlambat dalam merespons kondisi ekonomi.

Adapun data tenaga kerja terbaru bikin ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada September melonjak menjadi 86%, berdasarkan perdagangan futures Fed CME. Angka ini melesat dibanding pekan lalu saat peluang itu sempat anjlok usai pernyataan Ketua Fed Jerome Powell yang masih berhati-hati.

Sementara itu, tarif baru yang diumumkan Donald Trump turut menekan pasar. Tarif baru berkisar antara 10% hingga 41%, dengan barang-barang tertentu yang dialihkan untuk menghindari tarif sebelumnya kini dikenakan pungutan tambahan 40%. Misalnya Kanada, sebagai mitra dagang utama AS, akan terkena tarif 35%, naik dari 25% sebelumnya.

Seiring dengan itu, spesialis portofolio di Calamos Investments, Joseph Cusick, menyebut aksi ambil untung terjadi di tengah melemahnya saham teknologi, meningkatnya risiko makroekonomi, dan memburuknya sentimen pasar.

“Cakupan pasar menyempit, valuasi makin tinggi, dan investor diam-diam mulai bersikap defensif,” ujarnya.

Adapun saham teknologi menjadi beban utama Wall Street pada Jumat (2/8). Saham Amazon anjlok lebih dari 8% setelah memberikan proyeksi laba operasional yang mengecewakan. Apple juga turun 2,5%.

Kemudian pekan lalu menjadi periode merah bagi indeks utama. S&P 500 turun 2,4%, mencatat minggu terburuk sejak 23 Mei. Dow Jones melemah 2,9%, penurunan mingguan terdalam sejak 4 April, sementara Nasdaq terkoreksi 2,2%.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...