Potensi Cuan Emiten Tambang dari Proyek Hilirisasi Rp 618 T: ANTM hingga MDKA

Karunia Putri
24 Juli 2025, 14:03
Hilirisasi, antam, antm, timah, mdka
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/tom.
ilustrasi
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sejumlah emiten tambang dan mineral berpeluang diuntungkan dari proyek strategis hilirisasi yang tengah didorong pemerintah melalui investasi Danantara. Ketua Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional Bahlil Lahadalia telah menyerahkan menyerahkan pra-studi kelayakan 18 proyek strategis hilirisasi senilai Rp 618,13 triliun kepada CEO Danantara Rosan Roeslani pada Selasa (22/7). 

Dari total tersebut, sebanyak 12 proyek menyasar sektor energi dan pertambangan, mulai dari pembangunan smelter nikel dan bauksit, pengolahan batubara menjadi dimethyl ether (DME) hingga fasilitas modul surya terintegrasi dan katoda tembaga.

"Agenda hilirisasi sesuai diamanatkan dalam Keputusan Presiden, ada 18 proyek yang sudah siap pra-FS dengan total investasi US$ 38,63 miliar," kata Bahlil dalam acara Penyerahan Dokumen Pra-Studi Kelayakan Proyek Prioritas Hilirisasi dan ketahanan Energi Nasional, Selasa (22/7).

Proyek-proyek ini diproyeksikan menjadi tulang punggung transisi energi nasional serta memperkuat rantai pasok industri dalam negeri. Melalui Danantara, pemerintah menyediakan jalur pembiayaan terbuka bagi BUMN maupun swasta.

Emiten Tambang dan Mineral BUMN vs Emiten Swasta, Mana yang Lebih Diuntungkan?

Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia memandang, emiten pelat merah seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan Inalum (smelter aluminium) menjadi kandidat utama yang mendapat manfaat langsung proyek-proyek ini.

“Jika terealisasi akan mengurangi ketergantungan pada ekspor mentah dan meningkatkan margin karena menjual produk bernilai tinggi,” kata Liza dalam risetnya, dikutip Kamis (24/7).

ANTM akan memperkuat hilirisasi nikel dan bauksit, sedangkan PTBA kemungkinan terlibat dalam proyek coal-to-liquid berupa konversi batubara menjadi gas sintetis dan DME. PGEO dan Inalum disebut-sebut mendapat prioritas dalam pengembangan proyek energi dan aluminium.

Adapun Danantara akan membuka skema pendanaan lewat ekuitas, sindikasi hingga penerbitan obligasi untuk pembiayaan proyek-proyek tersebut. 

“Emiten BUMN sangat diuntungkan, terutama lewat akses pembiayaan dan konsesi prioritas,” ujarnya.

Di lain sisi, Liza mengatakan emiten swasta juga berpeluang kecipratan berkah proyek-proyek tersebut. Emiten seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) hingga PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) diperkirakan akan turut terlibat, terutama jika mereka mampu membangun fasilitas dan bermitra dengan BUMN atau investor asing.

MDKA dan AMMN fokus di komoditas tembaga, sementara HRUM dan NCKL bergerak di sektor nikel. DSSA disebut potensial di proyek energi baru terbarukan.

“Emiten publik seperti MDKA, AMMN, DSSA, HRUM, NCKL juga berpeluang jika mereka memiliki cadangan membangun fasilitas dan bermitra dengan BUMN atau perusahaan luar,” ujarnya.

Potensi dan Risiko

Menurut Liza, jika proyek tersebut berjalan sesuai rencana,  emiten-emiten ini akan berpotensi mencetak lonjakan pendapatan dalam 3 hingga 5 tahun ke depan. Namun Liza, potensi ini tergantung dengan realisasi capex, efisiensi operasional dan skala produksi perusahaan. 

Dia juga menyampaikan sederet risiko yang bisa terjadi pada perusahaan ketika bergabung dengan proyek hilirisasi ini.  Pertama adalah pembengkakan biaya modal usaha, apalagi untuk proyek smelter, DME, refinery dan proyek solar terintegrasi yang membutuhkan investasi miliaran dolar.

Kedua, emiten perlu berkolaborasi dengan pihak asing untuk membuka akses teknologi dan pendanaan. Ketiga, risiko oversupply produk seperti katoda, aluminium atau slab bisa menekan harga jual.

Keempat, proyek skala besar umumnya menghadapi tantangan sosial, lingkungan dan regulasi yang kompleks.

“Emiten perlu menyusun struktur pembiayaan campuran antara ekuitas, obligasi global dan dana dari sovereign wealth fund,” kata Liza.

Liza kemudian memberi saran kepada investor agar mencermati laporan belanja modal (capex), kemajuan studi kelayakan serta struktur kemitraan para emiten publik. Sementara BUMN cenderung lebih terlindungi karena posisi strategis dan dukungan regulasi. Namun, emiten swasta yang menggandeng mitra teknologi dan menjalankan manajemen profesional juga menjanjikan.

“Pantau laporan capex, progres studi kelayakan dan struktur kemitraan dengan Danantara,” kata Liza.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Karunia Putri
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...