Mengintip Peta Harta Karun Tambang ANTM - INCO dan Jeroan 2 Emiten Nikel Raksasa


Proyek nikel Tanah Air tersebar di beberapa pulau di Indonesia. Di dunia pasar modal, sektor nikel tengah jadi sorotan terutama setelah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nugantara (BPI Danantara) mengumumkan sektor energi dan mineral masuk dalam proyek prioritas dalam daftar investasi jangka pendek Danantara 6 bulan ke depan.
Pemerintah melalui Danantara berencana memajukan sektor nikel Tanah Air dengan membangun industri nikel yang berorientasi kepada hilirisasi. Dalam pergelaran acara Pertamina Investor Day yang digelar Rabu (18/7), Managing Director Investment Danantara Stefanus Ade Hadiwidjaja mengatakan, mineral dan energi menjadi dua isu yang akan menjadi fokus perhatian.
“Mineral dan energi kemungkinan akan menjadi sektor yang akan kami ekskusi kesepakatannya untuk enam bukan ke depan,” kata Stefanus seperti dikutip Selasa (22/7).
Menurut Stefanus, sektor mineral mencakup program hilirisasi yang bertujuan untuk menghasilkan nilai tambah terhadap hasil sumber daya alam Indonesia. Adapun mineral yang diutamakan adalah nikel, aluminium, bauksit dan tembaga.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, peran Danantara untuk memajukan sektor nikel di Tanah Air berkaitan erat dengan komitmen Danantara dalam rangka membangun industri nikel yang lebih berorientasi pada hilirisasi.
“Jadi industri nikel ini dibangun agar sumber daya alam nikel kita bisa mendapatkan added value (nilai tambah),” kata dia kepada Katadata, Senin (21/7).
Nafan menjelaskan, dengan hilirisasi, ekspor nikel bisa menghasilkan devisa yang signifikan. Selain itu juga berdampak positif terhadap kinerja emiten, terutama dari sisi pendapatan (top line) maupun laba bersih (bottom line).
Ia juga menyoroti pentingnya momentum pembangunan industri hilir nikel yang terus berjalan, terutama di tengah volatilitas harga nikel global. Menurut Nafan, fluktuasi harga nikel global masih dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta Uni Eropa.
Kebijakan tarif balasan (reciprocal tariff) yang diumumkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump juga memperburuk ketidakpastian ekonomi global. Sentimen positif lainnya yang mendongkrak industri nikel berasal dari pemangkasan kuota ekspor bijih nikel oleh Kementerian ESDM.
Menurut Nafan, pemangkasan kuota ini justru menjadi katalis positif yang bisa memperkuat industri nikel nasional. Hal pula yang akan berdampak pada emiten-emiten nikel di pasar modal.
Seiring dengan sentimen positif mengenai prospek nikel Tanah Air ke depan, Katadata telah merangkum beberapa proyek strategis nikel yang sedang dilaksanakan di beberapa wilayah di Indonesia, berikut ulasannya:
Tambang Nikel Antam (ANTM) di Maluku
Emiten tambang yang berada di bawah MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) telah mendirikan PT Feni Haltim (PT FHT) di Halmahera Timur, Maluku Utara yang bekerja sama dengan Hong Kong CBL Limited (HK CBL). Proyek ini merupakan bagian dari kerja sama Antam dengan Indonesia Battery Corporation (IBC) dan mitra global seperti CATL.
Di Halmahera, kerja sama di bawah payung Feni Haltim itu untuk mengembangkan kawasan industri energi baru yang terdiri atas proyek pertambangan nikel dan smelter pirometalurgi. Adapun kapasitas produksi ditargetkan mencapai 88.000 ton refined nickel alloy per tahun pada 2027.
Di kawasan ini juga ditargetkan akan ada produksi smelter hidrometalurgi menghasilkan 55.000 ton Mixed Hydroxide Precipitate per tahun dimulai pada 2028. Selain itu juga ada pabrik bahan katoda Nickel Cobalt Manganese (NCM) dengan kapasitas sebesar 30.000 ton per tahun pada 2028.
Kawasan terpadu itu nantinya juga akan menjadi tempat fasilitas daur ulang baterai menghasilkan logam sulfat dan lithium karbonat sebanyak 20.000 ton per tahun yang dimulai pada 2031. Direktur Utama ANTM Achmad Ardianto menyampaikan proyek ekosistem baterai tidak hanya soal skala investasi.
Ia mengatakan proyek ini berkaitan dengan reposisi strategis Indonesia di kancah energi global. "Kami ingin memastikan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi eksportir bahan mentah, tapi juga pemain utama dalam rantai pasok global baterai kendaraan listrik,” ujar Ardianto beberapa waktu lalu.
Tambang Nikel Vale Indonesia (INCO) di Sulawesi
Perusahaan tambang nikel milik negara PT Vale Indonesia Tbk (INCO) resmi menandatangani kerja sama dengan anak usaha PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Pamapersada Nusantara.
“Kontrak jasa pertambangan ini adalah bagian dari operasi pertambangan di Blok Pomalaa, Sulawesi Tenggara,” kata Chief of CEO Office and Corporate Secretary Wiwik Wahyuni dalam keterangan resmi dikutip Senin (2/6).
Wiwik mengatakan, cakupan pekerjaan dari perjanjian tersebut meliputi jasa pengupasan lapisan tanah, jasa penambangan dan pengangkutan bijih nikel, serta pembangunan infrastruktur yang terkait dengan jasa pertambangan.
Vale pada Februari lalu juga menggandeng perusahaan milik orang terkaya nomor dua di Indonesia Prajogo Pangestu PT Petrosea Tbk (PTRO). Kerja sama ini terjalin setelah PTRO memenangkan lelang senilai Rp 16 triliun.
Aksi korporasi ini untuk proyek jasa penambangan dan pengangkutan material bijih nikel di Blok 2 dan 3 Bahodopi, Sulawesi Tengah dengan durasi kerja sama selama 10 tahun.
Tambang Nikel Anak Usaha Antam, PT Gag di Papua
Anak usaha tambang nikel Antam, PT Gag Nikel yang beroperasi di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya telah dihentikan oleh pemerintah. Meski begitu, berdasarkan data PT Gag Nikel, rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) periode 2024-2026, produksi nikel perusahaan ditargetkan mencapai tiga juta wet metric ton (wtm) per tahunnya
“Itu porsinya di bawah 10% (kontribusi keseluruhan bagi Antam). Selain itu, kami juga memiliki operasi nikel di daerah lain seperti di Maluku Utara, Kolaka,” kata dia.
Antam tercatat memproduksi 9,9 juta wmt bijih nikel dengan nilai penjualan mencapai Rp 5,4 triliun pada tahun lalu. Dengan demikian, produksi Gag Nikel yang mencapai 3 juta wmt mencakup 30% dari produksi biji nikel Antam dengan nilai penjualan mencapai sekitar Rp 1,6 triliun.
Adapun Nikel mulai memiliki kontribusi yang signifikan pada bisnis Antam. Pada tahun lalu, pendapatan Antam dari bijih nikel mencapai Rp 9,6 triliun atau 14% dari total penjualan Rp 68,19 triliun.
Pada kuartal I 2025, total penjualan bijih nikel dan feronikel mencapai Rp 3,8 triliun. Porsinya dari total penjualan Antam Rp 26,15 triliun meningkat menjadi 14,5%. Penjualan emas masih mendominasi dengan nilai mencapai Rp 57,6 triliun pada sepanjang tahun lalu dan Rp 21,6 triliun pada kuartal I 2025.
Edisi Khusus Sumitro Djojohadikusumo ini didukung oleh: