Manuver Prajogo di Barito (BRPT), Genjot Ekspansi Energi hingga Petrokimia


Perusahaan milik orang terkaya RI, Prajogo Pangestu, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) menggencarkan aksi korporasi strategis sepanjang 2024 hingga 2025. Grup Barito hingga kini fokus memperkuat portofolio bisnis dan menciptakan nilai jangka panjang bagi pemegang saham melalui ekspansi di sejumlah lini usaha.
Langkah itu mencakup pengembangan unit usaha energi terbarukan, rencana IPO anak usaha, hingga ekspansi bisnis petrokimia ke tingkat regional. Salah satu terobosan besar datang dari anak usaha Barito di sektor petrokimia, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA).
Melalui entitas usaha patungan bersama Glencore, yakni CAPGC Pte. Ltd., TPIA merampungkan akuisisi fasilitas kilang dan pabrik petrokimia milik Shell di Bukom dan Jurong Island, Singapura. Aset yang diakuisisi mencakup kilang minyak berkapasitas 237.000 barel per hari serta pabrik steam cracker dengan kapasitas 1 juta ton per tahun.
Kemudian anak usaha TPIA yang bergerak di sektor kimia dan infrastruktur, PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), resmi mencatatkan sahamnya (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 9 Juli 2025. Saat IPO, CDIA kelebihan permintaan atau oversubscription melampaui 500 kali.
Dari aksi ini, perusahaan meraup dana segar sebesar Rp 2,37 triliun yang akan digunakan untuk pengembangan infrastruktur kelistrikan, logistik, air bersih, serta pelabuhan industri, khususnya di kawasan industri Cilegon, Banten. Direktur Keuangan PT Barito Pacific Tbk, David Kosasih, mengatakan langkah ini merupakan bagian dari strategi bisnis yang dilakukan secara terukur.
“Hal ini merupakan peluang untuk memperkuat perkembangan infrastruktur di Indonesia,” kata David dalam keterangannya, Kamis (17/7).
Aksi Barito Renewables Energy
Di sektor energi baru dan terbarukan, Barito Pacific melalui entitas anaknya, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), menaikan kapasitas pembangkit panas bumi yang dioperasikan oleh Star Energy Geothermal. Saat ini, perusahaan tengah menggarap lima proyek ekspansi dan retrofitting dengan nilai investasi mencapai US$ 365 juta atau Rp 5,96 triliun.
Tiga proyek ekspansi meliputi pembangunan Salak Unit 7 (40 MW), Wayang Windu Unit 3 (30 MW), serta Salak Binary (16,6 MW), yang telah mulai beroperasi sejak Februari 2025. Sementara itu, dua proyek retrofitting dilakukan di Salak Unit 4, 5, dan 6 (7,2 MW), serta Wayang Windu Unit 1 dan 2 (18,4 MW). Seluruh proyek tersebut ditargetkan selesai secara bertahap mulai Agustus 2025 hingga akhir Desember 2026.
“Kami berkomitmen untuk mendukung transisi energi Indonesia melalui peningkatan kapasitas geothermal, dan mendukung transisi energi yang berkelanjutan. Kami juga berharap langkah ini dapat berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata David.
Langkah strategis Barito Pacific juga diperkuat melalui komitmen pendanaan hijau. Star Energy Geothermal berhasil memperoleh fasilitas pinjaman hijau senilai US$121 juta dari DBS Bank Ltd dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) untuk mendanai proyek-proyek panas bumi di wilayah Salak dan Darajat.
Sederet aksi korporasi ini merupakan upaya Barito Pacific dalam memperkuat fondasi bisnis di tiga sektor utama: petrokimia, infrastruktur energi, dan energi baru terbarukan. Aksi itu sejalan dengan agenda pemerintah dalam mendorong hilirisasi industri dan percepatan transisi energi nasional.