Industri Asuransi Jiwa Hadapi Aturan Main Baru Imbas 2 Produk Hukum, Apa Saja?

Nur Hana Putri Nabila
26 Juni 2025, 18:22
Asuransi Jiwa, OJK, industri asuransi jiwa
Berbagai Sumber
Ilustrasi Asuransi Jiwa.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Industri asuransi jiwa siap menyesuaian sejumlah aturan main baru. Ini seiring putusan Mahkamah Konstitusi terkait keabsahan kontrak polis dan surat edaran Otoritas Jasa Keuangan, yang antara lain mengatur sistem pembagian biaya (co-payment)  pada produk asuransi kesehatan.

Adapun putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang berpengaruh terhadap keabsahan kontrak polis. Sedangkan penerbitan SEOJK Nomor 7 Tahun 2025 mengatur teknis penyelenggaraan asuransi jiwa dengan manfaat kesehatan.

Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menyambut positif kedua produk hukum tersebut. Keduannya dinilai dapat mendorong pelaku industri untuk memperkuat tata kelola, meningkatkan transparansi, dan menyusun strategi yang lebih berpihak pada kepentingan pemegang polis.

Ia pun menegaskan industri asuransi jiwa berkomitmen dalam memperkuat perlindungan konsumen, tidak hanya melalui kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga melalui perbaikan tata kelola yang berkesinambungan. Ia menilai putusan MK dan terbitnya SEOJK No. 7/2025 merupakan momentum penting untuk menunjukkan kesiapan industri dalam beradaptasi terhadap perubahan.

“Kami menyambut kedua kebijakan ini sebagai peluang untuk menghadirkan kontrak polis yang lebih adil, serta layanan kesehatan yang lebih transparan, efisien, dan berpihak pada kebutuhan nasabah,” ujar Togar dalam Media Gathering AAJI bertajuk “Transparansi Asuransi Pasca Putusan MK: Implikasi dan Langkah Industri”  di Sentul, Bogor, Rabu (25/6). 

Putusan MK dan Transparansi Kontrak Polis

Akademisi dan pakar hukum pidana Hendri Jayadi menilai, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 83/PUU-XXII/2024 akan membawa dampak langsung terhadap prinsip dasar dalam perjanjian asuransi jiwa. Dalam putusan tersebut, MK menegaskan perusahaan asuransi tidak dapat membatalkan pertanggungan secara sepihak tanpa adanya kesepakatan atau keputusan pengadilan.

Ia menilai, hal ini mendorong pelaku industri untuk memperkuat prinsip itikad baik (utmost good faith), memperjelas isi klausul, serta meningkatkan kejelasan mekanisme penyelesaian sengketa.

Kepala Departemen Legal AAJI Hasinah Jusuf menjelaskan, industri saat ini telah mulai melakukan penyesuaian teknis. Penyesuaian dilakukan melalui revisi terhadap klausul polis, SPAJ (Surat Permintaan Asuransi Jiwa), dan formulir klaim.

Adapun penyesuaian ini, menurut dia, dilakukan melalui koordinasi bersama OJK. Ia pun menegaskan, perusahaan asuransi tetap memiliki kewenangan menolak klaim, sepanjang alasan penolakan tersebut telah tercantum secara eksplisit dan disepakati dalam polis.

“Prinsip utamanya adalah menjaga agar hak dan kewajiban perusahaan dan nasabah menjadi lebih seimbang, adil, dan transparan,” ujarnya. 

Sementara itu, SEOJK No. 7 Tahun 2025 akan berlaku efektif pada 1 Januari 2026. AAJI menyambut regulasi ini sebagai bagian dari transformasi menuju ekosistem yang lebih transparan, adil, dan berkelanjutan.

“Setiap kebijakan dari regulator bukanlah beban, tetapi jalan menuju industri yang lebih dipercaya. Perlu kolaborasi aktif antara perusahaan, regulator, tenaga medis, dan media untuk membangun kepercayaan publik secara kolektif,” kata Togar.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...